Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya menemui hambatan dalam mendalami kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar dengan tersangka Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan. Sebab, saksi-saksi yang dijadwalkan diperiksa urung hadir tanpa konfirmasi kepada KPK.
Jika dalam waktu yang sudah ditentukan saksi-saksi itu kembali tidak hadir dalam pemanggilan berikutnya, maka KPK punya kewenangan untuk melakukan upaya penjemputan paksa. Namun, upaya jemput paksa itu juga mengalami hambatan, sebab kecil kemungkinan KPK meminta bantuan Brigade Mobil (Brimob) seperti yang selama ini dilakukan.
Melihat hal ini, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar punya opsi lain dalam upaya penjemputan‎ paksa saksi-saksi tersebut. KPK disarankan menggandeng TNI karena opsi meminta bantuan kepolisian dan kejaksaan untuk kasus ini terbilang sulit.
"Sebetulnya tidak perlu sampai TNI turun. Tapi dalam situasi seperti ini siapa lagi yang mau dimintai tolong di negeri ini (selain TNI)?" kata Bambang saat dihubungi, Kamis (29/1/2015).
Menurut dia, saksi-saksi yang mangkir itu bersenjata. Karenanya tak mungkin KPK meminta bantuan kejaksaan yang tak bersenjata, sementara di sisi lain Brimob sudah pasti tak bisa ka‎rena akan patuh pada korps.
"Siapa lagi yang mau dimintai tolong? Sementara Brimob pasti akan patuh pada korpsnya. Artinya akan melindungi saksi-saksi itu. Jaksa dari KPK tidak bersenjata," kata Bambang.
Dia mengatakan, bahwa pihak kepolisian harusnya menyadai bahwa mereka bukannya tidak bisa diperiksa karena merasa tidak bersalah. Jangan hanya karena pegang senjata mereka menjadi punya kewenangan hukum sehingga mangkir dari pemeriksaan.
Bambang mengatakan, jangan sampai masyarakat jadi bertanya-tanya pada pihak kepolisian yang enggan memenuhi panggilan KPK. "Kalau tahu aturannya, dipanggil ya harus datang. Persoalan tidak tahu atau tidak melihat sendiri kan bisa dijelaskan dalam pemeriksaan," ucap dia.
Mengenai upaya jemput paksa itu, KPK sejauh ini belum punya opsi lain. Termasuk soal menggandeng TNI. Tapi yang pasti sampai saat ini, KPK masih berupaya memanggil kembali saksi-saksi yang sebelumnya tidak hadir.
"Ya kita panggil dulu. Beberapa yang tidak hadir kita panggil lagi," ucap Deputi Penindakan KPK, Johan Budi.
Dari catatan yang ada, total sudah 10 saksi dari pihak kepolisian yang sedianya diperiksa KPK. Namun, dari jumlah tersebut, hanya Dosen Utama atau Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Polri Inspektur Jenderal Polisi Purn Syahtria Sitepu‎ yang memenuhi panggilan pemeriksaan. Sisanya mangkir tanpa memberi konfirmasi atau alasan.
Sebelumnya, KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu diduga menerima hadiah atau janji saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.
Calon tunggal Kapolri pengganti Jenderal Pol Sutarman itu disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. (Ado/Sun)
Saran Bagi KPK untuk Jemput Paksa Saksi Budi Gunawan yang Mangkir
KPK disarankan menggandeng TNI karena opsi meminta bantuan kepolisian dan kejaksaan untuk kasus ini terbilang sulit.
Advertisement