Liputan6.com, Jakarta - Berbagai pandangan dan wacana terus berkembang seiiring bergulirnya kasus dugaan korupsi yang menyasar Komjen Pol Budi Gunawan. Presiden Joko Widodo yang menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai kapolri malah pernah diancam akan dimakzulkan (impeachment).
Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, menurut undang-undang, alasan presiden baru bisa dimakzulkan yakni melakukan pelanggaran hukum berat. Misalnya, pengkhianatan pada negara, korupsi, judi, dan perbuatan tercela lainnya.
Apabila Jokowi dianggap tidak menjalankan konstitusi dan melakukan perbuatan tercela karena tidak kunjung melantik Budi Gunawan, menurut Refly, anggapan itu masih dapat diperdebatkan.
"Pertanyaannya, lebih tercela mana melantik kapolri dengan status tersangka atau tidak mengangkat kapolri tersangka," ujar Refly pada diskusi politik di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (1/2/2015).
Sedangkan, menurut Refly jika dilihat dari kacamata hukum, mengangkat atau tidak sama saja. Tidak ada efek yang begitu signifikan. Kecuali ada faktor politik dan faktor publik yang akan merespon kebijakan itu.
"Bagi saya, dari sisi hukum, mengangkat atau tidak sama," tegas dia.
KPK menetapkan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan atau BG sebagai tersangka atas dugaan menerima hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar. Diduga hal itu dilakukan mantan ajudan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri tersebut saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir (Binkar) Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Markas Besar Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya.
Budi Gunawan sebelumnya ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana. (Rmn)