Sukses

Kontroversi Bikini di Malam Final Miss Universe

Pertanyaan menarik diajukan pada kontenstan asal Ukraina di malam final Miss Universe. Soal bikini.

Liputan6.com, Jakarta - Malam final Miss Universe, Minggu 25 Januari 2015, pertanyaan menarik diajukan pada kontenstan asal Ukraina: bagaimana pendapat Anda jika kontes pakaian renang dihilangkan dalam ajang ratu kecantikan?

Itu bukan jenis tantangan yang biasa dilontarkan dalam ajang ratu kecantikan itu. Bukan pertanyaan klise seperti, "Apa yang akan Anda lakukan jika memenangkan gelar Miss Universe."

Sayangnya, jawaban Diana Harkusha, nama sang finalis, mengambang, kurang memuaskan. Kalimat yang terlontar tak seindah bustier gown merah dengan belahan yang mempertontonkan kaki indahnya yang jenjang. "Jika lebih baik, kenapa tidak? Saya merasa nyaman mengenakan apapun," jawab dia.

Tak bermaksud menganalisis kenapa kontestan asal Ukraina itu gagal menjadi Miss Universe 2014. Yang menarik adalah mengapa pertanyaan seperti itu diajukan pada tahun ini.

Rupanya, ajang kecantikan serupa, yakni Miss World, pada akhir 2014 telah mengumumkan bahwa kontes pakaian renang dihilangkan. Diganti peragaan pakaian pantai atau beachwear.

(Foto: Miss Ukraina)

Alasan pihak Miss World, kontes semacam itu tak memiliki tujuan yang jelas. Padahal, tagline mereka adalah, ‘beauty with purpose’. Sebelumnya, juga tak ada kontes baju renang saat Miss World 2013 digelar di Bali, Indonesia.

”Saya tak peduli jika seorang perempuan punya bokong 2 inci lebih besar dibanding perempuan lainnya. Kami tak melihat bokong mereka. Kami mendengarkan apa yang bisa mereka suarakan,” kata Julia Morley, Chairwoman Miss World Organization.

Sekitar 2 tahun silam, tepatnya pada Agustus 2012, kontes kecantikan Miss Italia juga melarang penggunaan bikini two-pieces dalam sesi pakaian renang.

Yang boleh dipakai para kontestan Miss Italia dalam sesi tersebut adalah one-piece swimsuits berwarna hitam atau putih. Seperti dilansir dari situs Telegraph 14 Agustus 2014, pihak penyelenggara menyebut alasan dari kebijakan itu adalah untuk mengembalikan citra kecantikan yang lebih elegan seperti masa 1950-an.

Cukup banyak suara-suara keras menentang keputusan Patrizia Mirgliani selaku penyelenggara kontes Miss Italia. Dari mereka yang menganggap bahwa kontes itu akan kehilangan poin penting dari sebuah kompetisi kecantikan: lekuk tubuh yang indah.

Di Indonesia, kontes pakaian renang dalam ajang kontes kecantikan pernah jadi kontroversi sengit. Bukan hanya saat Bali menjadi tuan rumah Miss World.

Dulu, ketika Alya Rohali, Puteri Indonesia (1996), menjadi salah satu kontestan Miss Universe, pakaian renang sudah dipermasalahkan. Norma kesopanan ataupun agama menjadi dasar dari penolakan sebagian pihak atas keikutsertaan Puteri Indonesia di ajang Miss Universe. Salah satu aksi protes intens perihal pemakaian baju renang terjadi pada tahun 2013, saat Miss World digelar di Tanah Air.

Sebagai jalan tengah, kontestan Miss Universe dari Indonesia mengenakan one-piece swimsuit – lebih tertutup -- baik pada sesi pemotretan maupun penjurian. Seperti yang dilakukan Artika Sari Devi (2005), Agni Pratistha (2007), Qory Sandioriva (2010).

Sementara Nadine Chandrawinata mengenakan two-pieces saat sesi pemotretan dan one-piece swimsuit saat penjurian. Dua pakaian renang itu sempat memicu kontroversi, Puteri Indonesia 2005 itu sempat dilaporkan seorang anggota FPI ke Polda Metro Jaya.

Pengalaman agak berbeda terjadi pada Puteri Indonesia 2014, Elvira Devinamira, yang mengikuti kontes Miss Universe 2014. Gadis kelahiran Surabaya itu bikini two-pieces, seperti yang dikenakan beberapa pendahulunya. Ia bahkan mengenakannya baik saat sesi pemotretan maupun saat penjurian. Kali ini sepi kontroversi.

Printed bikini yang dominan warna ungu dikenakan Elvira saat pemotretan. Untuk sesi penjurian, Elvira mengenakan bikini warna pink sebagaimana kontestan-kontestan negara lain.

Penampilan Elvira yang berbikini di Miss Universe tak sampai menimbulkan kehebohan di dalam negeri. Apakah karena beberapa pendahulu sudah pernah melakukannya, atau jangan-jangan isu bikini kalah heboh dengan rumor foto dengan Ketua KPK? Entahlah.

Selanjutnya: Kontes Kecantikan Identik dengan Bikini?...

2 dari 2 halaman

Kontes Kecantikan Identik dengan Bikini?

Kontes Kecantikan Identik dengan Bikini?

Bukan hanya di Indonesia. Masalah bikini juga jadi perdebatan di dunia internasional. Brooke Magnanti, penulis yang dikenal dengan nama pena Belle de Jour, mengungkapkan, persinggungan agama jenis pakaian itu bisa dilacak sejak tahun 1950 ketika Paus Pius XII mengecam pemenang Miss World pertama Kiki Hakansson dari Swedia – satu-satunya pemenang ajang kecantikan itu yang dimahkotai saat mengenakan bikini.

Dalam artikelnya yang berjudul “Miss World Bikini Ban: Why It's No Victory for Feminists” yang dimuat situs Telegraph, 7 Juni 2013, Magnanti juga mengungkap, para aktivis feminis tahun 1970-an dan 1980-an kerap memberi predikat buruk pada kontes bikini, sebagai ‘seksis’.

Namun, sang penulis sendiri berpendapat, masalahnya bukan pada bikininya. Pakaian renang two-pieces, kata dia, bisa jadi adalah cara seorang merayakan tubuhnya. Mensyukuri bentuk badannya.

Yang jadi masalah adalah bahwa kontes kecantikan dengan segala kriteria kecantikan yang ada di dalamnya  -- termasuk kecantikan berbikini -- membentuk idealisasi sosok perempuan yang bisa berdampak pada cara pandang keliru dalam mengapresiasi diri.

Pada artikel berjudul “Miss World Ditches`Sexist Bikini Round` after 63 Years” yang dirilis Telegraph.co.uk pada 19 Desember 2014, Emily Sawyer dari London Feminist Network juga mengatakan hal senada. “Keseluruhan kompetisi ini seksis, dengan ada atau tidak adanya sesi pakaian renang. Perempuan dapat menjadi objek, entah mereka menggunakan pakaian renang ataupun gaun.”

Melihat persoalan bikini dalam ajang putri-putrian, perlu juga tampaknya melihat bagaimana sejarah lahirnya kontes-kontes kecantikan. Misalnya, Miss Universe yang kali pertama diselenggarakan pada tahun 1952.

Cikal bakal dari Miss Universe adalah aksi Miss America 1951 bernama Yolande Betbze, yang setelah menikah dengan Matthew Fox, pimpinan Universal Pictures saat itu, dikenal dengan nama Yolande Fox.

Seperti dilansir dari halaman resmi MissAmerica.org pada Senin (2/2/2015), Yolande mengikuti kontes Miss America untuk mendapat beasiswa yang menjadi hadiah dari kontes tersebut. Berhasil memenangkan kontes, Yolande “berulah” dengan menolak untuk berpose mengenakan pakaian renang untuk produk Catalina Swimwear yang merupakan sponsor utama Miss America. Penolakan Yolande berujung pada ditariknya dukungan Catalina Swimwear dari kontes Miss America.

Label baju renang itu kemudian membentuk kontes Miss USA dan Miss Universe. Yang pada tahun 1996 menjadi milik Miss Universe Organization kepunyaan pengusaha ternama Donald Trump.

Dengan menelusuri cikal bakal lahirnya Miss Universe, kita bisa tahu bahwa produsen pakaian renang lah yang menciptakan kontes itu. Jadi...? (Ein)

Video Terkini