Liputan6.com, Jakarta - Hukuman mati yang diterapkan pemerintah Indonesia terhadap pelaku kejahatan narkoba di protes Uni Eropa. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Olof Skoog menyatakan, Uni Eropa keberatan dengan hukuman mati karena dinilai tidak akan efektif mencegah dan memerangi kejahatan narkoba.
"Kami keberatan dengan hukuman mati yang diterapkan Indonesia, bukan karena (yang akan dihukum) warga Eropa atau lain, tapi ini karena prinsip," ujar Skoog di Kantor Kedutaan Uni Eropa Jakarta, Rabu (3/2/2015).
"Kami percaya setiap negara tidak punya hak untuk membunuh warga negaranya sendiri atau warga negara lain," sambung dia.
Menurut Skoog, Uni Eropa sudah mendiskusikan hal tersebut dengan beberapa lembaga negara dan pemangku kepentingan di Indoesia. Namun, Skoog kecewa karena upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Meski demikian, diakui Skoog, masalah penyelundupan narkotika adalah kejahatan berat yang harus diperangi secara serius. Namun, ujar dia, hukuman mati bukan solusi.
"Hasil kajian kami sudah menujukkan hukuman mati tidak dapat menghentikan orang-orang dari penggunaan dan penyelundupan narkotika," terang dia.
Skoog mengatakan, masih banyak cara yang bisa digunakan demi mencegah peredaran dan penyelundupan narkotika. Cara itu antara lain edukasi, penyuluhan kesehatan, rehabilitasi, dan hukuman yudisial.
Protes hukuman mati ini disuarakan Uni Eropa setelah sebelumnya, pada 18 Januari 2015, Kejaksaan Agung mengeksekusi mati 6 terpidana mati kasus narkoba. Satu dari 6 napi yang dieksekusi yakni warga negara Indonesia. Sedangkan 5 orang lainnya warga negara asing.  Â
Sebelum pelaksanaan eksekusi mati, dua pimpinan negara yakni Raja Belanda dan Presiden Brasil menelepon Presiden Jokowi, meminta agar hukuman mati tidak dilaksanakan. Namun Presiden Jokowi menolak permintaan itu, dengan alasan hukuman mati merupakan putusan pengadilan bukan pemerintah. (Sun/Yus)
Uni Eropa Tak Setuju Indonesia Terapkan Hukuman Mati
Menurut Skoog, masih banyak cara yang bisa digunakan demi mencegah peredaran dan penyelundupan narkotika.
Advertisement