Sukses

Ahok: Tunjangan PNS DKI Pakai Sistem Poin Kayak Main Game

Ahok mengatakan jumlah poin untuk 1 pekerjaan itu juga tergantung jabatannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI menjadi pemerintah provinsi pertama yang menerapkan sistem tunjangan kinerja daerah (TKD) dinamis atau tunjangan berdasarkan besar kecilnya kinerja PNS. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan nantinya setiap pekerjaan yang diselesaikan seorang pegawai negeri dinilai dengan poin. Semakin banyak poin maka semakin besar pula nilai TKD yang bisa diterima.

"Jadi poin kami di DKI itu Rp 9 ribu. Jadi kayak main game aja. Kamu dapat 3.000 poin ya kali 9.000, dapat 1.000 kali 9 ribu. Modelnya kayak gitu," jelas Basuki alias Ahok usai bertemu Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Yuddy Chrisnandi di Balaikota Jakarta, Selasa (3/2/2015).

Namun dikatakan Ahok, jumlah poin untuk 1 pekerjaan itu juga tergantung jabatannya. Semakin tinggi jabatan, maka poinnya juga makin banyak. Ia mencontohkan, satu pekerjaan yang dilakukan seorang staf biasa dinilai 1 poin. Berbeda dengan lurah, yang untuk satu pekerjaan poinnya lebih dari 1.

Untuk pegawai golongan paling rendah, menurut Ahok, maksimal poinnya 1.000-2.000. Sedangkan jika lebih tinggi maksimal poinnya >4.000-5.000.

"Nilai poinnya sama tapi jumlah poinnya beda, tergantung jabatan. Jabatan tambah tinggi poinya lebih tinggi. Jabatan lebih rendah poinnya lebih rendah," tutur Ahok.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI, Agus Suradika, menjelaskan misalnya, dalam 1 bulan PNS mendapatkan 100 poin, maka 100 dikali Rp 9 ribu. Hasilnya sebulan itu PNS mendapatkan TKD dinamis Rp 900 ribu. Namun, ia mengatakan tunjangan tersebut tidak diberikan setiap bulan melainkan per 3 bulan.

Pemberian ini TKD ini dasar hukumnya Peraturan Menteri PAN) nomor 63 tahun 2011 tentang pedoman penataan sistem tunjangan kinerja pegawai negeri.

"TKD dinamis 3 bulan satu kali. Jangka waktu input atau memasukkan pekerjaan yakni dari jam 3 sore sampai 8 pagi. Di luar jam itu tidak bisa diinput. Dia bisa input dari rumah," jelas Agus.

Ia menuturkan staf akan menginput aktivitas kinerja per hari. Kemudian, kepala seksi akan melakukan verifikasi apakah benar dia melakukan aktifitias itu. Untuk tingkat eselon IV, eselon III yang mengecek. Sementara, kinerja eselon III dicek oleh eselon II. Namun untuk TKD bagi eselon II atau kepala dinas dilihat berdasarkan kinerja bawahannya.

"Eselon II tidak perlu mengisi, TKD eselon II itu TKD-nya sundulan. Kalau PP-nya sudah turun maka kita buat kan pergubnya tahun ini," jelas Agus.

Besaran Maksimal TKD

Berikut besaran maksimal TKD dinamis berdasarkan golongan/jabatan PNS DKI (sumber data: BKD DKI):

A. Pejabat Fungsional

1. PNS di tingkat pelayanan: Rp 4.005.000
2. PNS di tingkat operasional: Rp 5.805.000
3. PNS di tingkat administrasi: Rp 7.650.000
4. PNS di tingkat teknis: Rp 9.855.000

B. Pejabat Struktural

1. Lurah: Rp 13.185.000
2. Camat: Rp 19.980.000
3. Kepala Biro: Rp 27.900.000
4. Kepala Dinas: Rp 29.925.000
5. Kepala Badan: Rp 31.455.000

Tutup Kantor Lurah


Selain bertujuan meningkatkan kualitas kerja jajarannya, sistem TKD juga dipakai Ahok untuk mengeliminasi satuan kerjanya. "Kita juga bisa ketahuan ini, unit mana yang bisa ditutup," kata dia.

Dijelaskan Ahok, jika seluruh pegawai negeri dalam 1 kantor, misalnya kantor lurah, tak bisa melayani masyarakat dengan baik, maka kantor tersebut bisa ditutup dan digabungkan dengan unit lainnya.

Kata dia, kinerja itu dilihat dari banyaknya total poin tunjangan dinamis seluruh pegawainya tiap bulan. Sebab setiap pegawai yang ingin mendapatkan tunjangan dinamis, harus bisa memperoleh poin yang banyak melalui kinerjanya.

"Kalau 1 kantor sepi, nggak bisa ngisi pekerjaannya, dinamisnya kecil. Jadi kantor ini nggak dibutuhin lagi. Ya dibubarin. Kantor lurah misalnya. Kalau dia nggak bisa ngisi, masyarakat nggak suka datang ke kantor lurah ini, ya tutup aja, gabungin," tandas Ahok. (Riz)