Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua KPKÂ Bambang Widjojanto merasa diintimidasi dalam pemeriksaan untuk kedua kalinya di Bareskrim Polri pada Selasa 3 Februari kemarin. Ia diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 oleh Bareskrim Polri.
"Bayangkan dalam pemeriksaan tiba-tiba ada provos di dalam. Kapasitas apa tiba-tiba provos menjaga pemeriksaan? Saya tidak pernah melihat (selama menangani kasus) provos di dalam. Ini yang kami tadi protes," kata Bambang di gedung KPK Jakarta, Rabu (4/2/2015) dini hari.
Bambang pun memprotes pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya karena mengerucut pada pekerjaannya sebagai advokat saat kasus itu terjadi. Padahal menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ia tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien.
"Kemudian saya bilang, Kami akan tetap bertahan demi klien saya, demi mandat pekerjaan saya sebagai advokat. Saya mengatakan itu untuk mempertanggung jawabkan panggilan kepercayaan dari klien saya," ungkap Bambang.
Saat perkara di MK tersebut terjadi, Bambang berperan sebagai pengacara pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto lawan dari anggota DPR periode 2009-2014 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Sugianto Sabran yang melaporkan Bambang ke Bareskrim.
"Karena pertanyaan bersifat sebagian dari profesi saya (sebagai advokat), maka kemudian saya menjawabnya mengunakan UU Advokat. Walaupun saya sebenarnya punya hak ingkar, tapi saya menggunakan UU Advokat terutama pasal 16 dan 19," tambah Bambang.
Menurut dia, Pasal 16 dalam UU tersebut menyatakan profesi advokat tidak bisa dituntut ketika dia menjalankan pekerjaanya di bidang perdata maupun di pidana dan pasal 19 mengatakan bukannya tidak dapat dituntut, tapi dilindungi dalam hubungannya dengan klien.
"Jadi legal constitution itu bagian jamak dilakukan. Kalau saya dipersoalkan seperti itu, maka sesungguhnya seluruh lawyer punya ancaman akan direkayasa atau disangkakan seperti itu," tegas Bambang.
Tak Dapat Salinan BAP
Selain itu, Bambang juga mempersoalkan bahwa ia dan tim penasihat hukumnya tidak mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Isu yang humanis di ujung pertemuan tadi adalah mempersoalkan BAP karena berdasarkan pasal 72, (BAP) itu hak. Hak tersangka untuk mendapatkan itu dan pada saat saya tidak mendapatkan itu, maka berpotensi untuk tidak menimbulkan kepastian hukum. Kami juga sudah mengatakan kami tahu kenapa (BAP) tidak itu diberikan. Kami tahu persis," jelas Bambang.
Namun Bambang mengaku menikmati berbagai perdebatan yang ia lakukan dengan penyidik dari Subdirektorat VI Direktorat Tindak Pidana ekonomi dan Kejahatan Khusus Bareskrim Polri yang dipimpin Kombes Daniel Bolly Hyronimus Tifaona.
"Saya menikmati seluruh perdebatan yang tadi ada di pagi hari dan saya menuliskan itu di BAP. Soal perdebatan itu ada insiden yang hampir pada kekerassan, tapi alhamdulillah tadi pagi tidak terjadi semakin mengeras dan bisa diselesaikan," ungkap Bambang.
Bambang dalam kasus ini dijerat Pasal 242 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Bambang sempat ditahan oleh Bareskrim Polri sejak ditangkap pada Jumat 23 Januari pagi hingga dilepaskan pada Sabtu 24 Januari dini hari setelah didesak oleh koalisi masyarakat sipil dan pemberian jaminan oleh dua komioner KPK Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja. (Ant/Riz)