Liputan6.com, Jakarta - Istri salah seorang terpidana kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) Agun, Narti menumpahkan rasa sedihnya saat mengingat status hukum suaminya saat ini. Ibu 1 anak ini bersikukuh bahwa suaminya tak pernah melakukan tindakan asusila kepada murid JIS.
Menurut dia, sejak awal proses hukum yang dijalani suaminya sudah tidak benar. "Suami saya ditangkap saya sedang hamil 7 bulan. Penangkapan terjadi di jalan saat dia mau kerja dan tak ada surat penangkapan. Mana mungkin suami saya melakukan? Selama saya hamil, dia bekerja siang malam menafkahi saya dan saat itu calon anak saya," tutur Narti di Jakarta Timur, Rabu (4/2/2015).
Menurut Narti, berdasarkam cerita Agun, ada upaya-upaya kekerasan dari pihak kepolisian agar suaminya itu mengakui bahwa ia telah melakukan kekerasan seksual murid JIS.
"Padahal suami saya tidak tahu anaknya. Dia disiksa dulu habis-habisan. Saat pemeriksaan, suami saya melihat temannya, Awan disiksa hingga bibirnya robek," ungkap Narti yang sedang menggendong anak pertamanya.
Dipaksa Mengaku
Ia merasa, pihak keluarga dipersulit kepolisian saat hendak bertemu suaminya. Sejak pukul 05.00 hingga 23.00 WIB, Agun tak kunjung mengabari dirinya. Akhirnya perusahaan penyalur tenaga kerja tempat dia bekerja, PT ISS, menghubungi dan mengatakan suaminya itu sedang dijadikan saksi di Mapolda Metro Jaya.
Karena sedang hamil besar, Narti meminta kakak iparnya mendatangi Mapolda Metro Jaya. Namun sesampainya di sana, kakak kandung Agun tersebut tak boleh bertemu adiknya. Selang 2 hari, dengan rasa khawatir, Narti mendatangi Mapolda Metro Jaya dan diperbolehkan menemui Agun.
"Suami saya mengeluhkan dadanya sakit karena ditendang penyidik. Tapi takut menunjukkan ke saya. Ia bilang tadi dipukulin dan disuruh mengaku melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur. Suami saya cerita kalau dia ditendang di dadanya. Katanya dilempar pakai bangku, disabet pakai selang pinggangnya. Penyidiknya 9 atau 10," ujar Narti yang matanya mulai memerah.
Narti mulai menangis ketika mengingat saat menjenguk Agun di Mapolda Metro Jaya, suaminya mengelus jabang bayi di perutnya dan berdoa agar kelak anaknya lahir, ia dapat melantunkan adzan di telinga bayinya.
"Mungkin dia akhirnya mengakui karena mikir dia akan punya anak. Dia pikir dari pada mati sia-sia dan tidak bisa lihat anaknya. Lebih baik dia mengaku. Dia bilang dia takut saat anaknya lahir dia tak bisa adzanin anaknya," ungkap Narti dengan mata berkaca-kaca.
Kasus kekerasan seksual yang diduga terjadi di JIS mencuat ke publik setelah ada pengakuan orangtua murid taman kanak-kanak JIS yang berinisial P, ibunda MAK dan D, ibunda AK.
Mereka mengaku anaknya mengalami kekerasan seksual berulang kali oleh 6 petugas kebersihan dan 2 guru ekspatriat yang bekerja di JIS. Kasus tersebut ditangani Polda Metro Jaya. Dalam proses pemeriksaan, salah satu petugas kebersihan Azwar meninggal dunia. Jasadnya ditemukan polisi di toilet Mapolda Metro Jaya.
Kasus kekerasan seksual JIS ini berlanjut hingga meja hijau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ke-5 petugas kebersihan tersebut divonis 7-8 tahun penjara. Sementara 2 guru lainnya masih menunggu nasib yang bakal dijatuhkan hakim. (Rmn/Mut)