Sukses

Pengakuan Orangtua Murid Terkait Kekerasan Seksual JIS

MS, salah satu orangtua murid JIS mengaku KPAI tidak bersikap netral dalam kasus kekerasan seksual di sekolah bertaraf internasional itu.

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu orangtua murid Jakarta International School (JIS) berinisial MS mengatakan, pengakuan ibunda MAK berinisial P yang mengatakan anaknya telah mengalami kekerasan seksual yang diduga dilakukan petugas kebersihan JIS sulit dipercayai sepenuhnya.

Pada 15 April 2014, MS mengaku menerima pesan singkat yang dikirim P ke ponselnya. Tertulis undangan pertemuan yang membahas kasus kekerasan seksual di JIS. Pertemuan tersebut berlangsung di suatu rumah di Kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan.

"Saya dan sekitar 150 orangtua murid diundang oleh Ibu P ke rumah temannya di kawasan Pondok Indah. Saat saya datang, Ibu P menceritakan detail kronologi anaknya mengalami kekerasan seksual oleh petugas kebersihan, hingga menirukan gerakan-gerakannya kepada kami yang hadir. Sampai ada 1 ibu yang syok dengan ceritanya dan pingsan," beber dia.

Kata MS, D, ibunda AK juga turut hadir dalam pertemuan tersebut dan mengaku bahwa AK belum sempat mengalami kekerasan seksual, hanya akan mengalami saja. "Jadi di pertemuan itu ada Ibu D yang berkata anaknya hendak mengalami kekerasan seksual."

"Ibu D bahkan mengatakan ciri-ciri orang yang mau memperkosa anaknya. Katanya tinggi gelap rambutnya dikuncir, saya melihat ke sekolah dan mengamati tapi nggak ada. Tapi Ibu D di televisi berkata lain. Katanya yang mau perkosa anaknya berkulit putih dan mata biru," sambung MS.

Hal itulah yang mengawali kecurigaan MS bahwa kekerasan seksual anaknya tersebut bohong belaka, ditambah pengakuan korban menyebutkan tempatnya berubah-ubah. "Awal bilangnya di toilet. Lalu di ruang guru. Hal ini sangat janggal," pungkas MS.

KPAI Tidak Netral

MS mengatakan Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) tidak bersikap netral, menyikapi kasus kekerasan seksual anak di JIS. Ia merasa kecewa dengan respon negatif KPAI, ketika ia bersama puluhan orangtua murid lainnya datang ke kantor KPAI untuk meminta perlindungan moral.

"Saya dan teman-teman meminta bantuan kepada KPAI agar menyelamatkan mental anak-anak kami, karena setelah ada pemberitaan mengenai kasus ini, anak saya bilang bahwa teman-teman di tempat lesnya mem-bully dia. Katanya di JIS banyak monster lah, banyak penjahat pedofil lah. Hingga anak saya yang masih kecil bertanya apa artinya pedofil?" ujar MS di kantor Komnas Perlindungan Anak, Jakarta, Rabu (4/2/2015).

Saat datang ke KPAI, MS mengaku, ia dan teman-temannya dituduh sebagai pembohong, saat salah satu pejabat KPAI bertanya mengenai kasus tersebut dan dirinya menjawab tak pernah melihat indikasi pelecehan seksual di JIS.

"Saya mengatakan bahwa selama ini saya tak pernah mendengar kejadian kekerasan seksual di JIS, selain dari pengakuan Ibu P dan ibu D. Lalu saya dibilang berusaha menutupi dan disebut ibu-ibu pembohong," keluh MS.

Menurut MS, semula dirinya mempercayai keterangan P, yang mengatakan anaknya korban kekerasan seksual oleh 6 petugas kebersihan. Namun, perempuan yang berprofesi sebagai psikolog itu akhirnya ragu dengan keterangan tersebut.

"Saya memposisikan diri sebagai ibu korban kekerasan seksual. Tentunya saya akan menitikkan air mata, karena ibu mana yang tak hancur jika anaknya diperlakukan seperti itu. Tapi Ibu P menceritakan kepada kami dengan penuh semangat, berapi-api, dan tak sedikit pun terlihat wajah sedih di matanya. Ia malah menirukan gerakan-gerakan saat kekerasan seksual itu terjadi," tandas MS.

Kasus kekerasan seksual yang diduga terjadi di JIS mencuat ke publik setelah ada pengakuan orangtua murid taman kanak-kanak JIS yang berinisial P, ibunda MAK dan D, ibunda AK.

Mereka mengaku anaknya mengalami kekerasan seksual berulang kali oleh 6 petugas kebersihan dan 2 guru ekspatriat yang bekerja di JIS. Kasus tersebut ditangani Polda Metro Jaya. Dalam proses pemeriksaan, salah satu petugas kebersihan Azwar meninggal dunia. Jasadnya ditemukan polisi di toilet Mapolda Metro Jaya.

Kasus kekerasan seksual anak di JIS berlanjut hingga meja hijau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ke-5 petugas kebersihan tersebut divonis 7-8 tahun penjara. Sementara 2 guru lainnya masih menunggu nasib yang bakal dijatuhkan hakim. (Rmn)