Sukses

Tjahjo Kumolo: Saya Ketemu Abraham Samad 10 Mata, Bukan 4 Mata

Tjahjo juga menampik meminta bantuan Abraham Samad untuk masalah hukum Bendahara PDIP Emir Moeis di KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Politisi PDIP yang saat ini menjabat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terungkap pernah melakukan pertemuan rahasia dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Meski demikian, Tjahjo membantah telah melanggar aturan.

"Saya ketemu KPK SOP-nya jelas, nggak boleh ketemu 4 mata, saya ketemu 10 mata, 5 orang. Tapi saya datang bukan sebagai orang yang membawa kasus, saya juga tidak minta waktu buat ketemu tapi saya diajak sahabat Abraham Samad," ungkap Tjahjo di Kantor Wapres, Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Dalam pertemuan itu, Tjahjo menuturkan hanya mengobrol ringan. Hal ini berbeda dengan pengakuan Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mengatakan Abraham Samad melakukan lobi politik untuk jadi calon wakil presiden untuk berpasangan dengan Jokowi.

"Namanya ketemu bicara-bicara saja, omongin macam-macam. Kalau agak menyinggung ya wajar kan, namanya ngobrol," imbuh dia.

Tjahjo juga menampik meminta bantuan untuk masalah hukum Bendahara PDIP Emir Moeis. Semua bantahan ini, lanjut dia, telah diberikan pada penyidik Bareskrim Polri ketika dirinya dimintai keterangan sebagai saksi.

"Saya dimintai Jadi saksi. Bareskrim sudah wawancara, tapi kan bukan untuk disampaikan ke publik," tandas Tjahjo.

Pelaporan terhadap Abraham Samad dilayangkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide dan telah diterima Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/75/1/2015 Bareskrim pada 22 Januari 2015. Samad juga dilaporkan lantaran terlibat aktivitas politik saat Pilpres 2014.

"Perkara dugaan pelanggaran terhadap Pasal 36 juncto 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Yusuf saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin 26 Januari lalu.

Menurut Yusuf, pelanggaran yang dilakukan Abraham Samad merupakan pelanggaran etik. Namun, pelanggaran yang dilakukan Samad dianggap pula termasuk unsur pidana seperti yang tertuang Pasal 36 juncto 65 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Ini bukan etik saja tapi ada unsur pidananya," tambah M Yusuf Sahide. (Ado/Sss)

Video Terkini