Sukses

Tugu MacArthur dan Kisah Perang Pasifik

Banyak lokasi di Papua yang menjadi saksi bisu Jenderal Douglas MacArthur. Satu di antaranya terletak di puncak Ifar Gunung, Sentani.

Liputan6.com, Jayapura - Tanah Papua menyimpan banyak kisah mengenai Perang Pasifik yang merupakan bagian dari Perang Dunia II. Satu di antaranya cerita mengenai Douglas MacArthur, jenderal besar Amerika Serikat yang tersohor dengan strategi 'Loncat Katak' saat Perang Pasifik, rentang tahun 1941-1945.

Hal yang menarik, sang jenderal ternyata menyusun strategi perang menghadapi balatentara Jepang tersebut dari atas puncak Ifar Gunung yang kini masuk wilayah Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Pasukan Sekutu membangun markas di Ifar Gunung setelah mendarat di Teluk Humboldt atau Teluk Hamadi pada 22 April 1944.

Di atas Ifar Gunung yang berjarak sekitar 15 menit dari Bandara Sentani atau 1 jam dari Kota Jayapura itulah terdapat Tugu MacArthur. Tugu tersebut didirikan oleh pasukan Sekutu di bawah komando Jenderal MacArthur yang memenangkan perang melawan fasisme Jepang pada Perang Dunia ke II.



Hanya saja para pengunjung tak dapat sembarangan masuk. Seperti halnya Liputan6.com yang harus melewati pos penjagaan Resimen Induk Kodam (Rindam) XVII Cendrawasih pada Kamis pekan silam, 29 Januari 2015. Setelah meninggalkan kartu identitas di pos penjagaan, barulah para pelancong yang umumnya menaiki mobil diizinkan masuk.

Jejak MacArthur di Jayapura

Sementara pada Tugu MacArthur yang berbentuk segi lima bercat warna kuning dan hitam terdapat tulisan sebagai berikut:

Markas Besar Umum Daerah Pasifik Barat Daya
Pada saat musim panas tahun 1944, suatu hamparan kompleks markas besar terserak di tempat ini kemudian didirikan di lokasi ini. Akhirnya berpangkalanlah di Sentani suatu Markas Besar Umum Daerah Pasifik Baratdaya : Angkatan Darat Amerika Serikat di Timur Jauh, Angkatan Udara A-3 Kawasan Timur Jauh, Armada ke Tujuh, Angkatan Udara ke-Lima, Angkatan Darat ke-Enam, Angkatan Darat ke-delapan, Pasukan Pendaratan Sekutu dan Angkatan Udara Sekutu. Perencanaan dan Penyelenggaraan untuk penyerangan Filipina dilaksanakan dari tempat ini. Di bawah pengarahan Jenderal Douglas MacArthur.

Dan tak jauh dari tugu tersebut terdapat beberapa kursi dari beton yang menghadap ke panorama Danau Sentani dan Bandara Sentani.



"Tempat ini adalah tempat MacArthur menyusun strategi perang. Coba tengok bangku-bangku beton di situ. (Bangku) Itu dibuat oleh Sekutu," tutur salah satu petugas bernama Hans Yambeyabdi.



Selain wisata sejarah, para pengunjung dapat menikmati panorama indah Distrik Sentani berikut Danau Sentani dari atas ketinggian puncak Ifar Gunung. Tak hanya wisatawan, warga setempat pun kerap berkunjung ke sana, terutama saat sore hari.

"Dari Tugu ini kita dapat melihat keindahan Danau Sentani, landasan pacu Bandara Sentani serta Kota Sentani dari puncak bukit. Dan jika berkunjung pada sore hari, ada satu hal lagi yang membuat saya ingin berlama-lama di tempat ini, yaitu tenggelamnya matahari," ujar Yansen yang datang bersama istri dan 4 anaknya.

>>MacArthur dan Perang Pasifik>>

2 dari 2 halaman

MacArthur dan Perang Pasifik

MacArthur dan Perang Pasifik

"I come through and I shall return (Saya berkunjung dan saya harus kembali)." Kalimat terkenal itu meluncur dari mulut Jenderal Douglas MacArthur saat hendak meninggalkan benteng pertahanan terakhir Amerika Serikat di Bataan, Filipina menuju Australia pada 11 Maret 1942.

Ketika itu jenderal yang tersohor saat perang Pasifik -- bagian Perang Dunia II di wilayah Asia-Pasifik -- tersebut hendak menghindari gelombang serangan balatentara Jepang yang sedang memasuki Filipina. Adalah Presiden AS Franklin Roosevelt yang memerintahkan sang jenderal meninggalkan Filipina untuk menyusun strategi baru di Melbourne, Australia.



Jepang Bombardir Pearl Harbour

Sebelumnya pada 7 Agustus 1941, seperti dikutip dari The History Channel, pasukan Dai Nippon mengerahkan 360 pesawat tempur dan pengebom dari kapal-kapal induknya untuk membombardir Pearl Harbour di Pulau Oahu, Hawaii. Tak ayal, kapal-kapal perang AS yang tengah berlabuh dan dalam keadaan tidak siap, menjadi sasaran empuk. Nasib serupa dialami puluhan pesawat Angkatan Udara AS yang masih diparkir saat serangan berlangsung.

Sementara di Australia, MacArthur diberi jabatan sebagai panglima tertinggi pasukan Sekutu di Pasifik dalam menghadapi Jepang. Jenderal MacArthur bersama Laksamana Chester W Nimitz kemudian menyusun strategi dan merancang operasi meredam langkah maju balatentara Jepang.



Titik balik pertama adalah Battle of Midway yang terjadi pada 1942, untuk menahan Jepang yang akan menduduki Port Moresby -- kini ibukota Papua Nugini. Usai pertempuran Midway, jenderal kelahiran Little Rock, Arkansas pada 26 Januari 1880 tersebut membangun markas di Danau Sentani, Hollandia (nama Jayapura saat itu), Papua.

Strategi 'Loncat Katak'

Selanjutnya, pasukan di bawah komando MacArthur bergerak 'melompat' dengan menguasai Pulau Morotai di Maluku Utara. Lulusan West Point angkatan 1903 ini kemudian menerapkan 'Loncat Katak, strategi yang tak pernah diduga oleh Jepang, sehingga kembali menginjakkan kakinya di Filipina pada Oktober 1944.

Setelah menguasai rangkaian kepulauan di Samudra Pasifik dan Filipina, MacArthur yang gemar mengisap tembakau dengan cangklong itu kemudian mempersiapkan rencana menduduki Negeri Matahari Terbit. Hanya saja Jepang keburu menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 setelah bom atom dijatuhkan di Hiroshima serta Nagasaki, 6 dan 9 Agustus 1945.

Jenderal bintang 5 tersebut meninggal dunia pada 5 April 1964 dalam usia 84 tahun. Beberapa waktu sebelumnya, saat pidato perpisahan di Kongres AS, ada ucapan Jenderal MacArthur yang terkenal, yakni 'Old soldiers never die, they just fade away (Prajurit tua tidak akan pernah meninggal, dia hanya bakal surut ke belakang)'. (Ans/Ali)