Liputan6.com, Jakarta - Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi mengatakan, keberadaan komite etik tergantung rekomendasi yang dikeluarkan pengawas internal KPK. Rekomendasi itu selanjutnya akan diteruskan kepada pimpinan dan penasihat KPK.
"Setelah pengawas internal bekerja, menyimpulkan, lalu berundinglah pimpinan dan penasihat. Dan ini tentu pimpinan yang di luar diindikasikan melanggar kode etik," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/2/2015).
Johan menjelaskan, saat ini terdapat 1 penasihat KPK, yaitu Suwarsono.‎ Suwarsono bersama pimpinan KPK yang tidak terindikasi melakukan pelanggaran etik, akan memutuskan untuk membuat komite etik.
"Pimpinan mengeluarkan putusan untuk membentuk komite etik. Biasanya anggota komite etik dari luar, tokoh-tokoh kredibel, termasuk penasihat KPK," tegas dia.
Pada 2013 lalu, KPK pernah membentuk komite etik yang juga menyidang Ketua KPK Abraham Samad, terkait kasus kebocoran sprindik Anas Urbaningrum.
Saat itu komite etik beranggotakan 5 orang, 2 berasal dari kalangan KPK yaitu Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan penasihat KPK Abdullah Hehamahua‎.
Sementara 3 anggota komite etik lain berasal dari kalangan eksternal, yakni Rektor Universitas Parmadina Anies Baswedan (saat ini menjabat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Kebudayaan), mantan Plt Pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Abdul Mukti Fajar. (Rmn/Yus)
Alur Pembentukan Komite Etik KPK untuk Abraham Samad
Saat ini terdapat 1 penasihat KPK, yaitu Suwarsono. Dia bersama pengawas internal KPK akan membuat komite etik.
Advertisement