Sukses

Komisi II DPR Yakin Pemerintah Setuju Pilkada Serentak 2016

Dengan pertimbangan dari seluruh fraksi, pemerintah diyakini sepakat dengan keputusan Komisi II DPR soal pilkada serentak mulai tahun 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain meyakini pemerintah akan setuju dengan keputusan Dewan bahwa pelaksanaan pilkada serentak dilakukan mulai tahun 2016. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi pelaksana tugas (Plt) kepala daerah.

"Saya yakin dengan pertimbangan dari Komisi II DPR RI untuk mengurangi masa jabatan pelaksana tugas kepala daerah dan tidak banyak mengurangi masa periode kepala daerah, maka saya yakin pemerintah setuju," kata Malik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/2/2015).

Menurut Malik, hingga saat ini pemerintah belum bersikap karena Komisi II belum mengadakan rapat dengan pemerintah. Namun dengan pertimbangan dari seluruh fraksi, pemerintah diyakini sepakat dengan keputusan Komisi II DPR.

"Pelaksanaan pilkada serentak dilakukan 2015 seperti isi Perppu Pilkada karena masa persiapan KPU pendek dan di tahun 2018 pelaksana tugas kepala daerah banyak," ujar dia.‎

Selain itu dia menegaskan, pemunduran jadwal pilkada serentak pada 2016 bukan terkait adanya konflik internal Partai Golkar dan PPP. Ia mengatakan, dalam diskusi yang dilakukan Komisi II DPR RI tidak membahas terkait konflik internal dua parpol tersebut.

"Menurut saya (pembahasan pilkada serentak) tidak ada kaitannya dengan itu (konflik internal Golkar dan PPP) karena pada akhirnya KPU kembali pada hasil pengadilan," ujar Malik.

‎Politisi PKB itu menjelaskan, yang menjadi pertimbangan Komisi II DPR memundurkan jadwal pilkada serentak karena KPU sebenarnya lebih aman dan nyaman dilaksanakan 2016. ‎"Agar KPU memiliki persiapan lebih panjang dan agar parpol lebih siap dalam menghadapi Pilkada serentak," tandas Malik.

Pilkada Serentak 2 Gelombang

Malik menjelaskan, seluruh fraksi sepakat pelaksanaan Pilkada serentak dilaksanakan dalam dua gelombang, setelah Panitia Kerja (Panja) revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 melakukan rapat.

"Akhirnya seluruh fraksi mensimulasi dan semuanya setuju tahun 2016, 2017, dan 2018, itu serentak di gelombang pertama," beber Malik.

‎Dia mamaparkan, dalam pelaksanaan Pilkada 2016 diikuti daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2015 dan 2016. Untuk Pilkada serentak tahun 2017 menurut dia, dilakukan untuk daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis di 2017 dan 2018.

"Untuk pilkada serentak di 2018 dilakukan pada daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada 2018 dan 2019," ucap dia.

Malik menerangkan, untuk pilkada serentak gelombang kedua dilaksanakan pada 2021 yang pesertanya hasil Pilkada 2016 dan pilkada serentak 2023 dengan pesertanya hasil Pilkada 2018. Sementara pada tahun 2027 dilakukan pilkada serentak secara nasional.

"Hasil pilkada 2023 ke 2027 kan empat tahun, namun itu tidak terhindarkan tetapi terpotong namun tidak terlalu panjang," tukas Malik.

Dia mengatakan pula, kesimpulan tersebut diambil dengan pertimbangan pertama untuk mengurangi jumlah pelaksana tugas kepala daerah. Kedua menurut dia masa jabatan Plt tidak boleh lebih dari satu tahun dan ketiga pengurangan jabatan tidak boleh dari setahun.

"Apabila pelaksanaan pilkada serentak dilakukan 2015 seperti isi Perppu Pilkada karena masa persiapan KPU pendek dan di tahun 2018 pelaksana tugas kepala daerah banyak," urai Malik.

Selain itu menurut Malik, hasil pilkada serentak 2018 dilaksanakan 2020, maka jabatan kepala daerah hanya tiga tahun. Karena itu dia menilai lebih banyak mudaratnya dilakukan 2015 karena seharusnya masa jabatan kepala daerah lima tahun menjadi tiga tahun.

"Dikhawatirkan banyak protes dari kepala daerah yang terpilih di pilkada 2018," tandas anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain. (Ans)