Liputan6.com, Denpasar - Ancaman boikot untuk tidak mengunjungi Bali ditanggapi dingin oleh para pelaku pariwisata di Pulau Dewata. Belakangan tersiar ancaman itu di jejaring sosial. Masyarakat Australia mengancam akan melakukan boikot datang ke Bali. Menurut pelaku pariwisata, itu tak akan berpengaruh buat pariwisata Bali.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menegaskan, seharusnya mereka menghormati kedaulatan negara Indonesia dengan menghargai hukum yang berlaku di Indonesia.
"Jangan biarkan negara lain mendikte kedaulatan hukum di negara kita. Saya rasa itu hanya segelintir orang saja yang memprovokasi dan itu hal biasa," tegas Suryawijaya di Denpasar, Selasa (17/2/2015).
Menurut dia, tidak perlu menanggapi ancaman itu. Karena, turis mau ke mana saja adalah hak mereka, tidak bisa dilarang-larang.
"Kita cuekin saja ancaman itu. Kalau WNI yang tertangkap di negara lain pasti dia juga dijatuhi hukuman mati kok. Warga kita sendiri kalau tertangkap bawa narkoba dengan skala besar hukumannya pasti mati," imbuh Suryawijaya.
Sementara AA Anom Gumanti, pemilik salah satu hotel di kawasan Kuta mengatakan, jumlah kedatangan turis akan berkurang apabila di negara tersebut keamanannya tidak terjamin.
"Kebudayaan Bali sangat unik dan menarik. Itu menjadi daya tarik sendiri. Apalagi pengamanannya sangat baik. Tidak ada hubungannya pariwisata sama hukuman untuk penjahat narkotika yang sudah membunuh generasi muda kita," tukas Anom.
Ia mengaku tetap yakin bahwa turis asal Australia akan menjadi pengunjung terbanyak yang datang ke Bali. "Wisatawan dari Australia adalah yang tertinggi datang ke Bali. Memang bisa membendung itu? Dan jumlahnya terus meningkat tiap bulan," papar AA Anom Gumanti. (Ado/Ans)