Sukses

Belum Ada Keppres Pemberhentian, Abraham Samad Masih Ketua KPK

Anggota Tim 9 Hikmahanto Juwana mengatakan, sampai Keppres pemberhentian Presiden Jokowi turun, Samad tetap menjabat Ketua KPK aktif.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen di Polda Sulawesi Selatan.

Namun Anggota Tim 9 Hikmahanto Juwana mengatakan, sampai Keppres pemberhentian dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun, Samad tetap menjabat Ketua KPK aktif.

"Dari Polri belum ada surat ke Presiden, Keppres pemberhentian sementara belum ada. Artinya, pimpinan KPK masih bertugas sampai ada Keppres itu," kata Hikmahanto di Kantor Maarif Institute, Jakarta, Selasa (17/2/2015) malam.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, pimpinan KPK akan nonaktif bila sudah menerima Keppres. "Prosesnya itu dilaporkan ke Pak Presiden dan diterbitkan Keppres untuk ‎pemberhentian sementara," terang dia.

Sementara Kabid Humas Polda Sulselbar Komisaris Besar Polisi Endi Sutendi sebelumnya mengatakan, setelah melengkapi alat bukti dan melakukan gelar perkara, pihaknya menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen.

Endi mengatakan, penetapan Abraham Samad sebagai tersangka berdasarkan bukti yang disita penyidik, berupa kartu keluarga atau KK, KTP dan paspor Feriyani Lim yang diduga dipalsukan.

Kronologi Penetapan Tersangka

Menurut Endi, dugaan pemalsuan itu terjadi pada 2007 lalu. Saat itu, Feriyani yang merupakan warga Pontianak, Kalimantan Barat, mengajukan permohonan pembuatan parpor di Makassar.

Nama Feriyani pun dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevard, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Kemudian, pada 29 Januari 2015 lalu Ketua LSM Lembaga Peduli KPK dan Polri, Chairil Chaidar Said, melaporkan Feriyani ke Bareskrim Polri.

Tak terima, Feriyani Lim pun turut melaporkan Abraham Samad terkait dugaan pemalsuan yang dituangkan dalam Laporan Polisi Nomor: TBL/72/II/2015/Bareskrim tertanggal 1 Februari 2015.

Kasus tersebut lalu dilimpahkan kepada Ditreskrimun Polda Sulselbar. Gelar perkara pertama dilakukan pada 5 Februari, selanjutnya gelar perkara kedua pada 9 Februari sekaligus menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka.

Abraham Samad dijerat Pasal 93 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang telah diperbaharui dengan UU nomor 24 tahun 2013 dengan ancaman hukuman 8 tahun. Juga Pasal 264 ayat 1 KUHP yang menyebutkan bahwa 'Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap akta-akta otentik'.

Serta pasal 266 ayat 1 juncto 5526 KUHP yang menyebutkan, "Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun."

Sedangkan kuasa hukum Abraham Samad, Nursyahbani Katjasungkana menilai penetapan tersangka ini sebagai sebuah tindakan politis dan kriminalisasi. (Rmn)