Liputan6.com, Jakarta - DPR RI mendukung sikap tegas Pemerintah memulangkan Dubes RI di Brasil, dan memanggil Dubes Brasil di Jakarta ke Kementerian Luar Negeri untuk menyampaikan protes keras.
Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengatakan, sikap Pemerintah sudah benar dan patut didukung penuh.
"Pemberian credential (mandat) adalah hak negara akreditasi. Tapi pembatalan penyerahan kepada dubes kita di saat yang bersangkutan sudah berada di Istana Keperesidenan bersama dengan dubes-dubes lain, adalah pelecehan diplomatik," ujar Tantowi melalui pesan singkat, Sabtu (21/2/2015).
"Oleh karenanya patut kita protes keras. Tidak ada negara yang bisa mendikte hukum negara lain, dan Brasil sebagai negara berdaulat seharusnya memahami dan memaklumi itu," tegas politisi Partai Golkar itu.
Menurut Tantowi, tindakan emosional yang diambil Pemerintah Brasil akan memperburuk hubungan bilateral kedua negara dalam berbagai bidang.
"Di bidang pertahanan Indonesia dan Brasil sudah menjalin kerja sama yang baik. Pada tahun anggaran 2009-2014, kita memesan pesawat Super Tucano untuk mengawasi garis pantai kita. Kita juga memesan Multi Launcher Rocket System (MLRS). Kami akan duduk dengan Kementerian Pertahanan untuk mengevaluasi kerja sama ini ke depan, jika Brasil tidak mengubah sikap," jelas dia.
Tantowi menegaskan, di bidang perdagangan sebagai salah satu penghasil daging terbesar di dunia, Brasil saat ini sedang berusaha memasukkan dagingnya ke Indonesia.
"Mereka tahu besarnya kebutuhan kita akan daging. Dari 2 bidang itu saja, saya menilai Brasil dalam posisi yang lebih membutuhkan kita. Kita sedang dalam posisi darurat narkoba, oleh karenanya Pemerintah tidak boleh takut, apalagi tunduk oleh tekanan-tekanan seperti yang sedang ditunjukkan oleh Brasil saat ini," tandas Tantowi.
Kementerian Luar Negeri RI menyesalkan tindakan yang dilakukan Pemerintah Brasil terkait dengan penundaan secara mendadak penyerahan surat kepercayaan Duta Besar Toto Riyanto. Penundaan itu dilakukan setelah Dubes Toto diundang secara resmi untuk menyampaikan credentials pada upacara di Istana Presiden Brasil pada pukul 9.00 pagi waktu setempat, Jumat 20 Februari 2015.
Sementara terpidana mati asal Brasil, Rodrigo Gularter, ditangkap dengan pria Brasil lainnya lantaran membawa 6 kg kokain ke Indonesia pada 2004 silam. Dia divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Sementara 2 rekannya dipulangkan ke Brasil.
Pengacara Rodrigo, Rico Akbar, mengatakan Rodrigo sebelumnya sudah diperiksa 3 psikiater. Hasilnya menunjukkan terpidana kasus narkoba itu menderita skizofrenia. Pemeriksaan itu telah dilakukan pada periode Juli hingga November 2014.
Pihak keluarga pun meminta Kejagung RI untuk menunda eksekusi mati lantaran diduga mengidap skizofrenia. Penyakit gangguan jiwa ini, biasanya sang penderita akan mengalami halusinasi, waham, dan sebagainya yang tidak sesuai realita.
Kejagung kemudian menunda pelaksanaan eksekusi mati tahap II demi memenuhi permintaan dari pihak keluarga, di samping adanya perihal teknis yang harus dipersiapkan lebih matang. (Rmn/Yus)
2 Kerugian Brasil Jika 'Menekan' Indonesia soal Eksekusi Mati
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya mengatakan, tindakan emosional Pemerintah Brasil akan memperburuk hubungan bilateral.
Advertisement