Sukses

Kompolnas: Jika Terbukti Penangkapan Tak Sah, BW Bisa Gugat

Kompolnas mengatakan, jika memang terbukti benar, maka Bambang Widjojanto bisa mengajukan praperadilan atas tindakan penangkapan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI menemukan sejumlah maladministrasi dalam penangkapan Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto yang dilakukan petugas Badan Reserse Kriminal Polri pada 23 Januari lalu.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengatakan, jika memang terbukti benar, maka Bambang bisa mengajukan praperadilan atas tindakan penangkapannya oleh aparat kepolisian tersebut.

"Jika terbukti benar, Pak Bambang bisa mengajukan gugatan praperadilan atas penangkapan yang tidak sah tersebut," ujar Anggota Kompolnas Hamidah Abdurachman saat dihubungi, Kamis (26/2/2015).

Meski demikian, Hamidah mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan Ombudsman. Informasi yang didapat dari Ombudsman, diduga ada tindakan mal-administrasi dalam penangkapan Bambang saat itu. Akan tetapi, Kompolnas, lanjut Hamidah, belum dapat memastikam apakah betul ada dugaan pelanggaran itu atau tidak.

"Kami belum dapat memastikan apakah ada pelanggaran itu atau tidak. Kami baru akan meminta keterangan dari Kabareskrim untuk mengetahui hal tersebut,"jelasnya.

Dalam surat rekomendasi Ombudsman bernomor 003/REK/0105.2015/PD-21/II/2015 yang dikeluarkan setelah memeriksa berkas, Ombudsman menilai penangkapan terhadap Bambang melanggar undang-undang karena tidak didahului dengan pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka setidaknya setelah dua kali berturut-turut mangkir.

Selain itu, saat penangkapan pun petugas tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri.

Padahal, belakangan diketahui bahwa Kombes Pol Viktor E Simanjuntak yang menangkap Bambang bukanlah penyidik, melainkan perwira menengah Lembaga Pendidikan Polri.

Oleh karena itu, Ombudsman menilai keberadaan Viktor dalam melakukan penangkapan tersangka tidak dapat dibenarkan.

Kesalahan administrasi pun terlihat dalam melakukan penggeledahan rumah Bambang. Seharusnya, penyidik wajib meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri setempat. Saat penggeledahan, petugas juga tidak dapat memperlihatkan surat perintah penggeledahan rumah.

Dalam surat rekomendasi itu, Ombudsman menganggap aksi tangkap tangan terhadap Bambang tidak dibenarkan karena tidak melalui proses penyelidikan terlebih dahulu.

Untuk perkara ini, Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada 20 Januari 2015, sementara Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan pada 22 Januari 2015 dan dikirimkan serta diterima oleh Kejaksaan Agung setelah dilakukan penangkapan yaitu pada 23 Januari 2015. (Tnt)