Liputan6.com, Jakarta - Serge Atlaoui, seorang terpidana narkotika masuk daftar terpidana yang akan dieksekusi mati oleh Kejaksaan pada tahap II. Prancis yang merupakan negara asal dari Serge Atlaoui pun memprotes eksekusi mati itu.
Menurut Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Brueze, sudah sepatutnya Prancis meminta agar Indonesia menangguhkan atau membatalkan hukuman mati kepada Serge. Sebab saat ini warga Prancis tengah dilanda kekhawatiran dan kecemasan jelang eksekusi Serge.
"Situasi bapak Serge Atlaoui telah menimbulkan keresahan mendalam di tengah masyarakat Prancis," kata Corrine di Kantor Kedutaan Prancis di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Ia menjelaskan, keresahan itu nampak karena saat ini Prancis sudah tidak lagi menerapkan hukuman mati. Oleh karena itu, mereka menentang adanya eksekusi mati yang melibatkan warganya di luar negeri.
"Sudah tidak ada warga Prancis yang dieksekusi mati baik di Prancis mau pun luar negeri sejak kebijakan penghapusan hukuman mati diberlakukan di Prancis pada 1981," ujar dia.
"Mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius negara kami menentang hukuman mati di mana saja dan dalam keadaan apa pun," ucap Corrine.
Meski mengatakan penolakan, dipastikan Pemerintah Prancis akan menghormati proses hukum di Tanah Air. Namun, Prancis meminta agar proses hukum ini dilaksanakan secara adil.
Serge Atlaoui divonis mati pada 2007 oleh Mahkamah Agung atas kasus narkoba setelah terbukti terlibat dalam pengoperasian pabrik ekstasi terbesar di Asia yang berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang, Banten, sebagai salah seorang peracik obat adiktif tersebut.
Hukuman mati yang diputuskan di tingkat kasasi lebih berat dibanding vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2006 dan Pengadilan Tinggi Banten tahun 2007, yang menyatakan Atloui harus menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Namanya masuk daftar narapidana yang akan dieksekusi mati tahap 2 oleh Kejaksaan Agung RI bersama 10 orang lainnya. Tahap pertama telah dilakukan terhadap enam terpidana narkoba pada 18 Januari 2015. Sementara grasi Serge telah ditolak Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 35/G tahun 2014. (Han/Mut)