Sukses

Ahok Vs UPS Siluman 'Planet Mars'

Bangunan bercat oranye itu sudah tampak kusam, hanya dilengkapi satu antena UHF dan satu alat penyejuk ruangan atau air conditioner (AC).

Liputan6.com, Jakarta - Alat penyimpan pasokan listrik bebas gangguan di sekolah-sekolah Ibukota kini menjadi polemik. Uninterruptible power supply (UPS) namanya. UPS juga bisa melindungi komputer dari beban dan kerusakan akibat sumber listrik yang kurang baik. Harganya selangit, hingga tembus ke Planet Mars.

Semua berawal dari temuan ‘anggaran siluman’ yang diungkap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Karena itu pula, pria yang karib disapa Ahok tersebut kini harus berhadapan lagi dengan DPRD DKI Jakarta.

Dengan 2 kardus mie instan, Ahok membawa bukti anggaran siluman UPS yang diklaim menghasilkan selisih Rp 12 triliun. Angka itu didapat dengan pembuatan APBD DKI Jakarta dengan format e-budgeting.

Ahok mengungkap, sebanyak 55 sekolah dianggarkan masing-masing sebesar Rp 6 miliar untuk pengadaan UPS. Padahal, menurut Ahok, harga 1 unit UPS seharusnya tak mencapai Rp 200 juta.

“Kalian nggak pernah dengar kan ada UPS merek made in China lagi, gila nggak sampai Rp 6 miliar. Kalau made in Planet Mars mungkin masuk akal juga ngambilnya agak mahal. Ini merek China, merek nggak jelas,” ucap Ahok.

Maka pelacakan pun dimulai. Sekolah-sekolah itu kini menjadi perhatian. Salah satunya, SMAN 78.

Kantor yang Mana?

SMA 78 yang menerima anggaran UPS ini menyatakan hanya 'terima jadi' anggaran itu.

"Kita tahunya sudah terpasang UPS, cuma terima barang nggak terima uang," ujar Wakil Kepala Sekolah SMAN 78 Sumarna saat dikonfirmasi Liputan6.com, Sabtu (28/2/2015).

Namun dia membantah, sekolahnya mendapatkan Rp 6 miliar. Anggaran berupa pemasangan UPS yang diterima, kata dia, hanya senilai Rp 5,8 miliar pada 2014 lalu.

SMP Negeri 41 DKI Jakarta juga ikut bersuara. Mereka menepis kabar jika jajarannya mengajukan dana Rp 6 miliar untuk pengadaan UPS. Wacana itu tak pernah dilontarkan, baik kepada Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Selatan maupun DPRD DKI Jakarta.

Kepala Sekolah SMP Negeri 41 DKI Jakarta Afrisyaf Amir mengatakan, seandainya pihak sekolah memakai dana anggaran daerah, dana tersebut akan digunakan untuk memperbaiki infrastruktur sekolah yang bersifat pemeliharaan.

“Kami dari SMP 41 tidak pernah mengajukan dana UPS, apalagi sampai sebesar Rp 6 miliar. Kami belum berpikir sampai ke situ. Saya malah tidak tahu soal UPS itu,” ucap Amir.

Penelusuran Liputan6.com berlanjut ke salah satu perusahaan pemenang lelang pengadaan UPS ini. Yakni CV Artha Prima Indah yang menangani lelang di SMAN 94 Jakarta senilai Rp 5.832.035.000. Bagaimana rupa kantor perusahaan tersebut?

Di Jalan Penganten Ali Nomor 65 C-D, RT 008, Ciracas, Jakarta Timur, hanya ada bangunan berbentuk rumah minimalis berlantai 2 yang sepi tak berpenghuni. Tampilannya lebih mirip toko kelontong yang sedang tutup, lengkap dengan pintu geser dari aluminium dan pintu teralis besinya.

Bangunan bercat oranye itu sudah tampak kusam, hanya dilengkapi satu antena UHF dan satu alat penyejuk ruangan atau air conditioner (AC). ‎Lampu luar juga dibiarkan menyala serta digembok dari luar.

Warga sekitar yang rumahnya tak jauh dari Kantor CV Artha Prima Indah mengaku tidak tahu-menahu soal aktivitas para pekerjanya. Bahkan jam buka dan tutup kantor itu, warga sekitar juga tidak mengetahuinya.

Keanehan yang sama terlihat di lokasi CV Wiyata Agri Satwa, pemenang tender senilai lebih dari Rp 5,8 miliar untuk pengadaan UPS SMKN 42 Jakarta dengan dana dari APBD DKI Jakarta. Tak ada meja-meja kerja di sana, tak ada pula karyawan berpakaian rapi.

Hanya ada gudang dengan pintu biru. Belakangan diketahui, bangunan di komplek pergudangan Surya Inti, Desa Tambak, Sawah Waru, Sidoarjo, Jawa Timur itu hanyalah gudang pengolahan tepung ikan. Namun tak ada orang di sana yang mau bersuara.

Sementara di ujung lain Ibukota, Presiden Jokowi bersuara. Orang nomor 1 di RI itu mengaku mendukung langkah Gubernur Ahok mengungkap dana siluman ini lewat e-budgeting.

"Ya harusnya bisa, memang seharusnya dipaksakan, kalau nunggu bisa kapan lagi?" ucap Jokowi.

Sistem e-budgeting memang berbuntut ketegangan antara Ahok dan DPRD DKI. Ahok menilai, anggota DPRD sedang kelabakan karena dengan sistem e-budgeting itu. Ini karena Ahok meyakini banyak anggaran baru yang diusulkan DPRD DKI Jakarta sebagai anggaran 'siluman' tak bisa lagi dimasukkan ke APBD akibat sistem baru itu.

Sementara DPRD DKI Jakarta kini bakal sibuk melaksanakan hak angket terhadap Ahok yang telah mereka ketok beberapa waktu lalu. Ahok yang tak mau kalah juga melapor kepada Presiden Jokowi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mari kita nantikan episode baru investigasi anggaran siluman APBD DKI Jakarta ini. (Ndy/Ans)