Sukses

Pakar Hukum Tata Negara: APBD DKI 2015 Tak Bisa Dipidanakan

Hal ini lantaran APBD DKI 2015 dinilai belum digunakan.

Liputan6.com, Jakarta - Polemik terkait APBD DKI 2015 kian memanas. Kondisi ini menyusul sikap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang gencar mengungkapkan anggaran siluman dalam APBD tersebut.

Anggaran siluman disebut Ahok muncul dalam susunan APBD 2015. Legislatif dan eksekutif pun saling tuding terkait keberadaan dana siluman ini.

Namun, saat nasib dana siluman dalam APBD 2015 belum selesai, Ahok melaporkan dugaan korupsi dalam APBD DKI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir pekan lalu.

Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis mempertanyakan APBD mana yang Ahok laporkan ke lembaga antirasuah tersebut. Jika yang dilaporkan adalah APBD DKI 2015, Margarito menilai tidak bisa dijadikan sebagai tindak pidana.

"Kan belum digunakan sama sekali," kata Margarito, Minggu (1/3/2015).

Margarito menduga, yang dilaporkan Ahok ke KPK adalah dugaan korupsi dalam APBD DKI 2014. Namun itu belum bisa disimpulkan, apakah ada indikasi korupsi dalam penggunaan anggaran tahun 2014 tersebut dalam waktu singkat.

Terkait dugaan Ahok apakah APBD 2014 itu juga berkaitan dengan APBD 2015, Margarito pun mengimbau DPRD agar segera mengumumkan hasil hak angket. "Tempat yang bagus untuk meluruskan hal ini adalah hak angket. Supaya semua jadi terang-benderang," ujar dia.

Akan tetapi, Margarito mengingatkan Ahok agar berhati-hati dalam menyikapi persoalan APBD ini. Karena dalam level tataran hukum, kepala daerah adalah penanggung jawab anggaran sebagaimana tertera dalam UU Pemerintah Daerah dan UU Keuangan Daerah.

Belum lagi Ahok bisa dituding melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah bila kemudian diketahui Ahok menyerahkan RPBD 2015 bukan hasil kesepakatan legislatif dan eksekutif.

"Kepala daerah dalam hal ini Ahok adalah penanggung jawab anggaran. Penyimpangan tahun 2014 kemarin juga menjadi tanggung jawab Ahok secara konstitusional," kata Margarito. (Ali)

Video Terkini