Liputan6.com, Jakarta Ketua Setara Institute, Hendardi melontarkan kritik keras terhadap hukuman mati yang dijalankan Pemerintahan Presiden Jokowi. Menurut Hendardi, selain menyalahi undang-undang dan nilai kemanusian, hukuman tersebut dipenuhi motif politik. Selain itu, pemberitaan tentang hukuman mati yang menyedot perhatian dianggap sebagai pengalihan isu kisruh KPK Polri.
"Ini merupakan satu upaya menutupi kelemahan pemerintahan Jokowi yang lemah dalam penegakan hukum, khususnya dalam kasus aktual KPK-Polri," sebut Hendardi di kantor Setara Institute, Jakarta, Rabu (4/3/2015).
Dijelaskan Hendardi, sikap Jokowi ini bukan cuma menunjukkan kelemahannya saja. Tapi turut memperlihatkan ketidakwibawaan Jokowi dalam menjalankan pemerintahan.
Advertisement
"(Jokowi) mengkompensasi, menukar persoalan ketidaktegasan dalam kasus itu dengan seolah-olah tegas dalam hukuman mati dengan menolak grasi seluruh terpidana mati," ucapnya.
Hendardi melanjutkan, dengan menolak semua grasi hukuman mati tadi, kelemahan Jokowi makin terlihat jelas. Ia juga menilai Jokowi tidak paham seluruh isi grasi yang diajukan para terpidana mati. Harusnya Jokowi menyempatkan waktu untuk melihat permohonan grasi sampai sebelum mengambil keputusan menolak seluruh grasi.
"Saya sangat yakin seluruh permohonan grasi tidak dibaca dipelajari Jokowi. Padahal masing-masing kasus punya karakter persoalan pertimbangan berbeda," tambahnya.
Meski menentang keras hukuman mati, dia menekankan, bukan Setara Institute menyetujui tindak kriminal terlebih kasus narkotika. Tapi pihaknya meyakini ada solusi lebih tepat dibandingkan hukuman mati.
"Silakan hukum seberat-beratnya, hukuman seumur hidup, tanpa remisi tapi tidak hukuman mati," pungkasnya. (Mhs/Yus).