Sukses

FITRA Cium 'Balas Budi Politik' di Balik Dana Siluman APBD DKI

Dana siluman APBD DKI diduga muncul karena adanya kerja sama politik antara pengusaha dan politisi di DPRD DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan APBD 2015 DKI Jakarta belum menemui titik temu. Mediasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri Kamis 5 Maret kemarin berakhir deadlock (buntu). Hal yang paling menjadi sorotan adalah dugaan ada dana siluman senilai Rp 12,1 triliun yang diduga disusupkan oknum DPRD.

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, dana susupan itu erat kaitannya dengan politik balas budi yang dilakukan DPRD. Melalui beberapa proyek seperti pengadaan UPS yang kini jadi sorotan, para anggota dewan bisa membayar janji dengan pengusaha saat kampanye lalu.

"Dugaan kami ada motivasi yang membuat proyek ini tidak bisa dibatalkan. Dugaan saya, sebelum pemilu sudah ada permainan dengan pengusaha UPS dengan bertemu caleg dan proyek itu harus gol. Jadi ini balas budi bentuknya. Aktor itu siapa harus ditelusuri," ujar Menejer Advokasi FITRA Apung Widadi di kantor Seknas FITRA, Jumat (6/3/2015).

Apung melihat, tren dana siluman banyak berada di ranah pendidikan. Dana-dana ini tersebar hampir merata di seluruh wilayah Jakarta. Nilainya pun bermacam-macam, misalnya di Jakarta Selatan Rp 1,9 triliun dan Jakarta Timur hampir Rp 1 triliun.

"Apa hubungannya UPS dengan aspirasi masyarakat. Ini masalah dan DPRD DKI Jakarta bukan mementingkan aspirasi masyarakat tapi kepentingan dalam proyek-proyek," lanjut dia.

Hal ini bukan tanpa alasan. Proyek pengadaan UPS semacam ini sudah ada dari beberapa tahun lalu. Tingginya alokasi anggaran untuk pendidikan menjadikan pos ini sasaran empuk.

"Dana pendidikan tren korupsi karena dana cukup besar, minimal 20%. Makanya jadi sasaran empuk," kata Apung.

Hal senada disampaikan Sekjen FITRA Yenny Sucipto. Dana siluman ini muncul karena adanya kerja sama politik antara pengusaha dan politisi di DPRD DKI Jakarta.

"Dana siluman muncul karena kongkalikong politisi dengan pengusaha. Ini ada potensi korupsi. Alokasi dana siluman, berpotensi mengembalikan dana kampanye," tegas dia.

Alokasi anggaran pendidikan yang besar disinyalir menjadikan pos ini sangat menggiurkan. Tak heran, hampir semua wilayah di Jakarta terdapat proyek seperti ini.

"Pendidikan lebih banyak tambahan alokasinya 20-50% sudin pendidikan. Itu kita asumsikan ke dana kampanye," tandas Yenny. (Sun/Ein)

Video Terkini