Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana atau Haji Lulung menilai, permasalahan APBD 2015 kali ini hanya bagian dari pencitraan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Hal ini sebagai bentuk kepanikan yang dialami Ahok untuk tetap mendapat simpati rakyat.
"Pejabat publik membuat pencitraan dalam ranah hukum. Katakan gubernur, sebenarnya pencitraan jilid II," ujar Lulung di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).
Lulung menjelaskan, pencitraan pertama dilakukan Ahok pada saat pembahasan undang-undang pilkada ketika Partai Gerindra memutuskan mendukung pemilihan kepala daerah dipilih DPRD. Saat pembahasan masih terbilang prematur, Ahok sudah memutuskan untuk keluar dari partai.
"Hari ini dia membuat pencitraan menabrak undang-undang dia naikin manajemen akuntabel tapi tidak substansi," tegas Lulung.
Politisi PPP itu mengatakan, sistem e-budgeting yang kini terus didengungkan memang diapresiasi semua pihak, tapi tetap harus diuji. Terlebih, sistem ini sebenarnya di luar ranah hukum.
"e-budgeting itu bukan produk hukum. Kita tetap apresiasi tapi itu di luar substansi," tandas Haji Lulung.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkapkan dirinya telah mengetahui ada PNS DKI yang terlibat dalam dugaan susupan anggaran 'siluman' di APBD 2015.
"Saya tahu ada oknum PNS terlibat (APBD 'Siluman'). Saya pun sudah tahu namanya," ujar Ahok ini di hadapan ratusan lurah dan camat di Balaikota Jakarta, Rabu 4 Maret.
Kisruh APBD DKI Jakarta
Ahok sebelumnya mengungkapkan adanya dugaan anggaran siluman sebesar Rp 12,1 triliun yang dimasukkan ke dalam rancangan APBD DKI 2015 usai disahkan oleh DPRD DKI dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada 27 Januari 2015.
Dalam pembahasan APBD di tingkat komisi sebelum rapat paripurna itu, Ahok menyebut salah satu wakil ketua komisi di DPRD memotong 10 hingga 15 persen anggaran yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI, kemudian menggantinya dengan anggaran pembelian perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat.
Setelah dicek, ternyata tak satu pun camat atau lurah di sana yang merasa pernah mengajukan penganggaran pembelian UPS yang nilainya bila dibagi rata dengan jumlah kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat, mencapai Rp 4,2 miliar per 1 unit UPS.
Namun, dari pihak DPRD DKI melalui Badan Anggaran DPRD DKI justru menyebut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov DKI telah mencoba menyuap dalam penyusunan APBD DKI 2015 sebesar Rp 12 triliun. (Mvi/Ein)