Liputan6.com, Cilacap - Napas Arief Ragil terengah-engah saat mengelilingi sebuah benteng kuno peninggalan Portugis di bagian timur Pulau Nusakambangan. Pria 27 tahun itu bersama 4 temannya menikmati wisata keliling benteng yang terletak di Pantai Pasir Putih, Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.
Wisata ke benteng ini juga bukan yang pertama kalinya. Sudah beberapa kali, ia mengunjungi Benteng Portugis itu.‎ Dia memang senang dengan wisata-wisata alam seperti ini.
"Saya sering ke sini. Karena memang senang jalan-jalan, wisata alam begitu," ujar Ragil, Minggu (8/3/2015).
Bersama Sofie (21), Aida Nur Aini (20), Melly (20)‎, dan Fransisca (24), Ragil menikmati wisata jelajah benteng ini.
Benteng Portugis ini dibangun pada 1825. Dibuat oleh bangsa Portugis saat menjajah sebagian Nusantara sebagai pertahanan menghadapi serangan laut. Nuansa kuno masih menyelimuti benteng yang kini ditumbuhi tumbuhan lebat. Bahkan, kesan mencekam nan menyeramkan begitu kuat terasa.
Aida mengaku, dia sudah beberapa kali ke sini. Dan, setiap kali berkunjung ke benteng ini, dia juga merasakan nuansa mencekam dan menyeramkan. Walaupun, saat itu kondisi masih siang menjelang sore.
Suara-suara aneh
Menurut mahasiswi Universitas Muhammadiyah Purwokerto itu, dia pernah mendengar suara-suara aneh dari dalam benteng. Namun ia tidak mengetahui atau tidak bisa mengidentifikasi suara apa yang ia dengar.
‎"Sering terdengar suara-suara doang. Yang lagi jalan di sekitar situ terdengar suara-suara aneh," ujar Aida.
Kesan mencekam dan menyeramkan itu juga yang dirasakan saat Liputan6.com turut menjelajah benteng‎ berumur ratusan tahun ini. Banyak bagian-bagian dari benteng yang terkesan angker.
Sudut-sudutnya usang. Namun masih terlihat kokoh. Ada sejumlah spot yang tampak seperti pintu masuk di beberapa sudut benteng. Di dalamnya tampak seperti lorong menuju ke suatu ruangan. Tentu, tak ada yang berani masuk ke dalam.
Di sudut lain, juga tampak sebuah lorong yang menghubungkan satu tempat terbuka ke tempat terbuka lain. Lorong dengan panjang sekitar 15 sampai 20 meter juga tampak menyeramkan. Saat berjalan melewati lorong tersebut, suara gema langkah kaki mendengungkan telinga. Membuat kuduk berdiri.
Ada sekitar 8 atau 10 pintu di kanan-kiri sepanjang jalan lorong. Entah apa di dalamnya. Lagi-lagi karena tidak ada yang berani masuk ke sana. Apalagi, tidak ada tour guide atau warga setempat yang menemani.
Selain‎ spot-spot tadi, terdapat pula 2 spot tempat sebuah meriam. Meriam-meriam berwarna hitam tampak sengaja dibiarkan teronggok. Kedua meriam itu menghadap Samudera Hindia, bukti bahwa Portugis memang menjadikan benteng ini sebagai pertahanan laut. Sayangnya, tidak ditemukan papan atau plang nama untuk spot-spot tadi.
Tak jauh dari Benteng Portugis ini, ‎terdapat sebuah pantai. Pantai Pasir Putih Karang Pandan namanya. Usai merasakan ketegangan saat berkeliling benteng, bisa bersantai ria menikmati garis cakrawala dari pantai ini.
Menikmati biru di pantai ini tentu tak kalah sensasinya ketika berwisata di pantai-pantai lain di Indonesia. Apalagi, di sini juga terdapat beberapa karang, tentunya bisa dijadikan latar mengabadikan diri lewat kamera.
Advertisement
>>Akses Menuju Benteng>>
Akses Menuju Benteng
Akses Menuju Benteng
Untuk menuju Benteng Portugis, wisatawan diharuskan menyewa perahu. Perahu yang sebenarnya sampan dengan mesin motor bisa disewa di Pantai Teluk Penyu. Harga sewanya, Rp 40 ribu per orang dan Rp 25 ribu per orang. Satu perahu bisa diisi sampai 15 orang.
Perbedaan harga yang dipatok nelayan dilatari tujuan penyeberangan. Dengan uang Rp 40 ribu, wisatawan akan diajak lebih dulu ke Pantai Karang Bolong. Dari namanya sudah tertebak, 1 karang sebesar rumah, di mana terdapat bagian yang bolong.
Wisatawan lalu diajak ke Pantai Pasir Putih. Dari pantai ini, perjalanan menuju‎ Benteng Portugis dapat ditempuh. Sebelumnya, wisatawan harus membeli tiket masuk seharga Rp 5 ribu per orang di loket masuk.
Kemudian, wisatawan juga dapat memilih 2 pilihan perjalanan untuk sampai ke benteng. Pertama, dengan berjalan kaki, dan kedua‎, dapat menyewa 'odong-odong' dengan tarif pulang pergi (PP) Rp 10 ribu per orang. Waktu yang ditempuh dengan jalan kaki bisa sampai 2 jam. Jika dengan odong-odong hanya menghabiskan waktu 10 menit.
Wisawatan tidak diperkenankan berada di benteng sampai gelap tiba dan sudah harus kembali dari benteng sekitar pukul 17.00 WIB. Wisatawan harus kembali mengarungi laut, meninggalkan Pulau Nusakambangan, pulau yang tanahnya menjadi saksi bisu sejumlah terpidana dieksekusi mati oleh regu penembak ini.
Pulau yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM tersebut kini tengah dijaga sangat ketat oleh aparat, terkait akan dilaksanakannya eksekusi mati tahap 2. Ada 10 terpidana mati kasus narkotika yang masuk daftar eksekusi mati tahap 2 ini.
Termasuk terpidana mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, gembong narkoba asal Australia yang terkenal dengan sebutan Bali Nine.
Meski punya daya tarik wisata, tak dipungkiri pulau yang disebut-sebut 'Alcatraz'-nya Indonesia itu semakin dikenal khalayak internasional. Sebab, separuh lebih terpidana mati yang akan dieksekusi tahap 2 ini merupakan warga negara asing.
Negara-negara mereka memprotes keras Pemerintah Indonesia yang tetap melaksanakan eksekusi mati. Belum lagi banyaknya jurnalis asing yang datang meliput. Jadilah Nusakambangan kini kian go internasional dan menjadi perbincangan publik, terutama di negara-negara asal terpidana mati.
Hal itu semakin menambah kuat image Pulau Nusakambangan sebagai 'Pulau Kematian', pulau tempatnya para terpidana itu mati ditembus timah panas regu tembak. (Mvi/Mut)
Advertisement