Sukses

KPK Minta Data Tambahan ke Ahok soal 'Dana Siluman'

Ahok membawa banyak berkas dokumen yang bisa dijadikan bahan bagi KPK melakukan penyelidikan.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi laporan dugaan korupsi yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait adanya penyimpangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta dari 2012 hingga 2014.

Menurut Pimpinan sementara KPK, Johan Budi SP, tim pengaduan masyarakat lembaga meminta langsung kepada Ahok mengenai data-data dan keterangan tambahan yang dapat memperjelas dugaan perkara ini.

"Hari Jumat kemarin tim Dumas (Pengaduan Masyarakat) KPK minta data tambahan ke tim Ahok. Ini juga sekaligus meminta keterangan tambahan," ujar Johan Budi dalam pesan tertulisnya, Jakarta, Senin (9/3/2015).

Meski begitu, Johan menjelaskan, perkara ini tidak langsung dapat dipastikan bakal naik dalam tahap penyelidikan. Pihaknya, masih terus mengumpulkan keterangan dan telaah atas laporan gubernur.

"Jadi sampai saat ini masih ditindaklanjuti KPK," kata Johan.

Ahok melaporkan adanya dugaan penyimpangan APBD DKI Jakarta ke KPK pada 27 Februari 2015. Ia membawa banyak berkas dokumen.

Kisruh yang belakangan disebut sebagai Anggaran Siluman ini bahkan menurut Ahok merugikan negara hingga Rp 12,1 triliun yang dimasukkan ke dalam draf APBD DKI 2015 usai disahkan oleh DPRD DKI dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada 27 Januari 2015.

Dalam pembahasan APBD di tingkat komisi sebelum rapat paripurna itu, Ahok menyebut salah satu wakil ketua komisi di DPRD memotong 10 hingga 15 persen anggaran yang telah disusun oleh Pemerintah Provinsi DKI, kemudian menggantinya dengan anggaran pembelian perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk seluruh kantor kecamatan dan kelurahan di Jakarta Barat.

Setelah dicek, ternyata tak satu pun camat atau lurah di sana yang merasa pernah mengajukan penganggaran pembelian UPS yang nilainya bila dibagi rata dengan jumlah kecamatan dan kelurahan yang ada di Jakarta Barat, mencapai Rp 4,2 miliar per unit UPS. (Mvi)
  Â