Liputan6.com, Jambi - Musibah kematian beruntun yang menimpa Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi, ternyata menghantui warga pedalaman di Sumatera ini.
Berdasarkan data terbaru Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, setelah 11 warga meninggal dunia secara beruntun, kini 3 bocah Rimba dari Kelompok Terap dilaporkan tengah dirawat di Rumah Sakit Hamba, Kota Muarabulian, Kabupaten Batanghari, Jambi sejak Sabtu pekan silam 7 Maret 2015.
Ketiga anak itu merupakan kakak beradik, yaitu Merute (laki-laki 12 tahun), Nipah Bungo (perempuan 2,5 tahun) dan Cipak (perempuan 1 tahun). Ketiganya sudah dua pekan menderita demam dan batuk rejan.
Ketiga anak Rimba ini merupakan anak-anak dari mendiang Mimpin, Orang Rimba dari kelompok Terap yang sebelumnya masuk dalam 11 warga Rimba yang meninggal.
Kecemasan tampak dari raut muka Indok Merute (istri mendiang Mimpin). Namun ia enggan menceritakan kesedihan yang dialaminya. Ia sangat memegang adat dan budaya Orang Rimba. Sebab, seorang perempuan Rimba tidak diperkenankan berbicara dengan orang luar.
Selain yang dirawat di RS Hamba, terdapat 2 anak Rimba yang juga dirawat jalan. Yaitu, Sebilau (bocah perempuan 2 tahun) dan Beskap (anak perempuan 4 tahun).
Menurut salah satu tengganai (pemuka masyarakat) Rimba dari kelompok Terap, Mangku Balas menyebutkan, masih banyak anak-anak Rimba yang sebenarnya juga sakit dan kini tengah belangun (mengembara) di sekitar Sungai Kemang, Kecamatan Bathin XIV, Kabupaten Batanghari.
"Masih ada 15 anak lagi yang sakit di delom (lokasi melangun). Kami oli (tidak) bisa membawa segelonye (semuanya) berobat," ujar Mangku.
Butuh Perhatian Pemerintah>>>
Butuh Perhatian Pemerintah
Butuh Perhatian Pemerintah
Menurut Mangku Balas, sejak kematian 11 Orang Rimba dalam waktu yang berdekatan beberapa bulan belakangan ini menyebabkan mereka sangat ketakutan.
"Kami kekurangan pemakon (makanan), kalau melangun (mengembara) macam ini kami hopi (tidak) bisa berburu, tempatnya juga susah, makonyo banyak yang sakit, kami takut," ujar Mangku.
Sementara itu, menurut dokter perawat anak rimba, dr Beby Andihara, kondisi anak-anak Rimba mengalami demam dan batuk akut. Diperkirakan menderita bronkopneumonia.
"Kami berusaha sebaik mungkin untuk merawat mereka sampai sembuh," kata Beby. Â
Dalam adat dan budaya Orang Rimba setiap kematian yang menimpa anggota kelompoknya mengharuskan mereka untuk berpindah tempat hidup. Biasanya mereka akan mengambil jalan melingkar untuk suatu saat nanti mereka bisa kembali ke tempat semula mereka tinggal yaitu di Sungai Terap bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) tepatnya di sekitar perusahaan perkebunan sawit PT Emal dan HTI Wana Perintis.
Ketika terjadi kematian, warga rimba akan mengembara atau belangun. Terdapat 7 lokasi yang sudah mereka singgahi untuk belangun, yaitu Desa Olak Besar, Kecamatan Bathin XIV Batanghari). Kemudian Desa Baru, Desa Jernih, Sungai Selentik dan Sungai Telentam, kedua daerah ini ada di Desa Lubuk Jering, Kabupaten Sarolangun.
Selanjutnya, Simpang Picco dan kini di Sungai Kemang Desa Olak Besar, Kecamatan Bathin XIV.
Di setiap lokasi melangun, Orang Rimba pindah ke tempat baru. Namun kini dengan semakin sering melangun praktis tidak ada kegiatan untuk mendapatkan makanan. Kondisi ini disebut sebagai masa remayau (masa paceklik alias krisis pangan). Pada masa ini obat-obatan alam yang biasa digunakan Orang Rimba untuk berobat juga tidak tersedia.
Pada masa ini merupakan masa sulit bagi Orang Rimba untuk bertahan, angka kesakitan dan kematian melonjak drastis.
"Dibutuhkan peran serta semua pihak untuk membantu Orang Rimba keluar dari masalah ini. Untuk tahap ini yang dibutuhkan bantuan langsung berupa beras dan sembako dan juga dibutuhkan adanya posko kesehatan yang dekat dengan lokasi mereka melangun," sebut Kristiawan, selaku Koordinator Unit Kajian Suk-suku, KKI Warsi saat mendampingi Orang Rimba yang tengah dirawat.
Kematian 11 Orang Rimba>>>
Advertisement
Kematian 11 Orang Rimba
Kematian 11 Orang Rimba
Disebutkan Kristiawan, kematian 11 Orang Rimba secara beruntun ditambah puluhan warga yang sakit disebabkan oleh multifaktor. Di antaranya, kekurangan pangan, krisis air bersih, ketiadaan imun tubuh karena memang belum pernah diimunisasi serta juga disebabkan pola hidup.
"Kompleksnya persoalan ini yang menyebabkan pesakitan dan kematian di Orang Rimba sangat tinggi," ujar Kris.
Untuk diketahui 3 kelompok Orang Rimba di bagian timur Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), yaitu kelompok Terap yang dipimpin Tumenggung Marituha, Tumenggung Ngamal dan Kelompok Serenggam yang dipimpin Tumenggung Nyenong, saat ini tengah dihantui kematian beruntun yang menyerang sejumlah orang di kelompok ini.
Tercatat sudah 11 orang yang meninggal dalam waktu beberapa bulan terakhir dari sekitar 150 jiwa yang ada di tiga kelompok ini. Kematian beruntun paling banyak terjadi pada Januari dan Februari 2015 dengan 6 kasus kematian, yaitu 4 anak-anak dan 2 orang dewasa.
Menyikapi kematian ini, Kementerian Sosial baru-baru ini sudah turun ke lokasi untuk melihat langsung kondisi Orang Rimba.
Laode Taufik Nuryadin, selaku Kasubdit Kerja Sama Kelembagaan Evaluasi dan Pelaporan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Kementerian Sosial menyatakan keprihatinannya dengan kelompok masyarakat Rimba di Jambi.
Untuk itu menurut Laode Taufik, secara berjenjang ia akan melaporkan kondisi ini untuk memberikan solusi dan memberikan bantuan kedukaan kepada Orang Rimba. (Ans)