Liputan6.com, Jakarta - Panitia Hak Angket DPRD DKI Jakarta mencecar konsultan e-budgeting Gagat Sidi Wahono, dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai sistem penganggaran elektronik yang diterapkan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015.
Dewan mempertanyakan bentuk kerja sama Pemprov DKI Jakarta dengan konsultan e-budgeting tersebut yang ternyata disewa sebagai perseorangan, bukan secara institusi.
"Tunjukkan SK pengangkatan bapak dan seluruh tim. Saya khawatir bapak ada back up. Kalau bisa hari ini juga diserahkan kontrak kerja sama itu," tegas salah seorang anggota panitia Hak Angket yang mengenakan kemeja abu-abu dan berkacamata Verry Yennevyll (Fraksi Hamura) kepada Gagat, Rabu (11/3/2015).
Pria asal Surabaya, Jawa Timur ini pun menjawab, kontrak kerja samanya dilakukan dengan pihak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada 2013, tanpa membawa nama institusi. Ia sebelumnya bernaung di bawah Universitas Erlangga namun kemudian melepaskan diri. Gagat menuturkan, dia dan tim berjumlah 4 orang mendapatkan honor sekitar Rp 50 juta per proyek.
"Kami tidak jualan (sistem e-budgeting). Tapi memang ada honor. Kami bernaung di Universitas Erlangga. Tapi tidak bawa institusi. Kontrak ke saya itu akhir 2013 untuk penyusunan APBD 2014. BPKD waktu itu masih Bu Endang (Endang Widjajanti)," jelas Gagat.
Anggota Hak Angket lainnya dari Fraksi PKS Rois Handayana mengatakan, pihaknya merasa ada yang aneh dalam kerja sama e-budgeting ini. Sebab, kerja sama dilakukan secara perseorangan untuk mengerjakan sistem yang diterapkan terhadap APBD DKI yang nilainya berjumlah puluhan triliun.
"Ujug-ujug Pemprov ke Surabaya dan dapat orang perorangan (konsultan). Ini perlu didalamin betul. Mungkin nggak perorangan ikut lelang? Karena ini harus dilelang. Kami akan dalami ini," ucap Rois. (Mvi/Mut)
Panitia Angket Pertanyakan Legalitas Konsultan e-Budgeting APBD
Gagat mengatakan, kontrak kerja samanya dilakukan dengan pihak BPKAD DKI Jakarta pada 2013, tanpa membawa nama institusi
Advertisement