Liputan6.com, Jakarta - DPRD DKI meminta bukti legalistas Gagat Sidi Wahono selaku konsultan IT untuk e-budgeting APBD DKI. Permintaan itu disampaikan saat rapat hak angket pada Rabu 11 Maret 2015. Dewan mempertanyakan legalitas sang konsultan tersebut.
Dari penelusuran Liputan6.com, Jumat (13/3/2015), berkas penunjukkan telah diunggah di situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), lpse.jakarta.go.id. Dalam dokumen berisi 14 halaman itu, disebut bahwa Gagat ditunjuk langsung oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI sebagai ahli sistem analisa untuk pendampingan e-budgeting.
Pada lembar Pengumuman Penyedia Pengadaan Jasa Konsultasi Perorangan nomor 150.1/HPlk/Pjbt-P/BPKD/VIII/2014, disebutkan penunjukan Gagat merupakan program pengelolaan dan penataan aset daerah. Surat tertanggal 13 Agustus 2014 itu menyebut bahwa Gagat lulus evaluasi dan resmi menjadi konsultan IT untuk e-budgeting.
Penawaran kepada Gagat dilakukan secara resmi melalui surat Berita Acara pada 7 Agustus 2014 lalu yang ditandatangani Pejabat Pengadaan Barang Jasa BPKAD kala itu, Dedi Supriyadi.
Keesokan harinya, diadakan lagi rapat pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran penunjukan langsung Gagat sebagai tenaga ahli e-budgeting pada pukul 13.00 WIB. Pada 11 Agustus, rapat evaluasi penawaran tersebut dilakukan dan Gagat dinyatakan lulus dan memenuhi persyaratan.
Selanjutnya Gagat maupun Pemprov DKI melakukan negosiasi harga pengadaan langsung. Harga yang dibayarkan dari hasil negosiasi untuk menggunakan jasa Gagat sebagai tenaga ahli IT sebesar Rp 49,5 juta. Dana itu diambil dari anggaran BPKAD dalam APBD DKI 2014. Honor itu untuk jangka waktu pekerjaan selama 3 bulan.
Menurut Kepala BPKAD DKI Heru Budi Hartono, angka puluhan juta itu bukan untuk harga sistem e-budgeting melainkan honor kepada Gagat sebagai konsultan e-budgeting.
"Ya itu kelebihan Pak Gagat. Dia bilang nggak usah sistem kami dibayar, yang penting ini bisa buat kemajuan Indonesia," tukas Heru.
Menurut Heru, alasan Gagat tidak meminta sistemnya dibayar karena dia senang sistemnya dipakai di Jakarta selain di Surabaya. "Nanti kalau bayar sistemnya mahal kok kemahalan. Kalau nggak bayar, ditanya (DPRD) kenapa nggak bayar. Kita ikutan lah maunya apa," tandas Heru.
Panitia Hak Angket DPRD DKI sebelumnya mencecar konsultan e-budgeting, Gagat Sujono dengan pertanyaan-pertanyaan perihal sistem penganggaran elektronik yang diterapkan untuk APBD DKI 2015.
Dewan mempertanyakan bentuk kerja sama Pemprov DKI dengan konsultan e-budgeting tersebut yang ternyata disewa sebagai perseorangan, bukan secara institusi.
"Tunjukkan SK pengangkatan bapak dan seluruh tim. Saya khawatir bapak ada back up. Kalau bisa hari ini juga diserahkan kontrak kerja sama itu," tegas Verry Yennevyll dari Fraksi Hamura kepada Gagat dalam rapat hak angket, Rabu 11 Maret 2015. (Ali/Tnt)