Liputan6.com, Jakarta - Keras dan lugas, begitulah gaya Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok. Mediasi antara Pemprov dengan DPRD DKI Jakarta di Kemendagri justru berakhir ricuh. Ahok tetap menolak memasukkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015 yang diajukan DPRD DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta mengajukan anggaran sebesar Rp 73,08 triliun. Dari anggaran sebesar itu Ahok menilai ada dana yang diselundupkan sebesar Rp 12,1 triliun yang berasal dari proyek-proyek yang diusulkan DPRD DKI, untuk dikerjakan oleh berbagai instansi di Pemprov DKI Jakarta. Nilai maupun jenis proyek menjadi sorotan karena harganya dinilai jauh di atas harga pasar.
Dana Rp 12,1 triliun tersebut digunakan untuk berbagai proyek yang dinilai tidak jelas manfaatnya. Di antaranya pengadaan Uninterruptable Power Supply (UPS) seharga sekitar Rp 6 miliar di 21 SMP dengan total anggaran Rp 126 miliar. DPRD DKI Jakarta juga mengusulkan alat fitnes seharga Rp 2,5 miliar untuk SMK dan SMA di 12 kecamatan dengan total anggaran Rp 30 miliar.
Bukan hanya itu, juga ada anggaran untuk pengadaan scanner dan printer 3D di 59 sekolah, dengan total anggaran Rp 177 miliar. Buku trilogi Ahok yang dianggarkan sebesar Rp 30 miliar.
Benarkah semua peralatan tersebut dibutuhkan? Ahok menuding semua itu hanyalah akal-akalan untuk bermain anggaran. Gubernur DKI Jakarta ini merujuk pada pengadaan UPS 2014 yang dinilai bermasalah. Selain tidak begitu dibutuhkan oleh sekolah, perusahaan pemenang tendernya pun tidak jelas.
Salah satu sekolah yang mendapat UPS adalah SMA Negeri 13 Jakarta Utara juga tiba-tiba saja mendapat kiriman UPS, meski tidak pernah mengajukan. UPS yang dibeli miliaran rupiah ini juga tidak begitu bermanfaat.
Proses pengadaan UPS juga menimbulkan kecurigaan. Salah satu perusahaan yang mengadakan UPS PT Frislianmar Mansyur Mandiri, beralamat di Jalan Pramuka nomor 19A, Matraman, Jakarta Timur. Ternyata, di lokasi ini justru berdiri sebuah perusahaan percetakan dan fotokopi. Seno yang memiliki usaha ini sejak 1990 mengaku kaget alamat usahanya ramai diperbincangkan media massa.
Di pasaran harga UPS dijual antara ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Tidak heran bila aroma korupsi begitu menyengat dalam proyek pengadaan UPS ini. Polda Metro Jaya sudah menyelidiki kasus ini dengan memeriksa sejumlah saksi dan menyita uang miliaran rupiah.
Saksikan Barometer Pekan Ini selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (14/3/2015), di bawah ini. (Dan/Ans)
Ahok Vs DPRD
Ahok tetap menolak memasukkan RAPBD 2015 yang diajukan DPRD DKI Jakarta.
Advertisement