Liputan6.com, Banda Aceh - Ratusan juta tahun silam bumi awalnya satu daratan. Pergerakan lempeng dan gempa dahsyat perlahan mengubah wajah bumi hingga terbagi menjadi beberapa benua. Pergerakan ini memicu munculnya gunung berapi. Tentu permukaan bumi menjadi kaya kandungan mineral.
Seperti tanah Takengon, Aceh Tengah, Aceh yang menjadi perlintasan bukit barisan. Takengon adalah sekeping surga mineral.
Didampingi warga Desa Isaq, Aceh Tengah, 2 peneliti geologi menyusuri Gunung Uyeum Tunu. Medan berbukit tak menyurutkan langkah. Lokasi yang sulit dijangkau membuat mereka harus melanjutkan perjalanan tanpa kendaraan.
Berbekal cangkul dan linggis para penambang mulai mengais tanah. Sejumlah batu berharga ditemukan. Ciri-ciri batuan kalsedon memiliki kandungan kristal kuarsa. Tergolong batu mulia, kalsedon memiliki tingkat kekerasan 6,5 hingga 7 skala mohs.
Sebagai bekas wilayah laut di zaman purba, kawasan ini mengandung banyak kalsedon. Salah seorang ahli geologi dari Aceh Tengah Erwin mengatakan, giok dan kalsedon yang banyak ditemukan di Takengon adalah jenis bebatuan yang terbentuk di laut dalam.
"Kalau giok ini dan kalsedon, sebenarnya bebatuan kalsedon ini juga terbentuk di laut. Jadi kemungkinan dulu Takengon ini adalah laut sebelum terbentuknya Pulau Sumatera. Makanya kita kaya dengan bebatuan-bebatuan yang seharusnya berada di laut dalam," ujar Erwin.
Sebagai jalur cincin api atau ring of fire membuat negeri Serambi Mekkah ini kaya akan sumber daya mineral. Di kawasan ini banyak ditemukan batu giok. Proses terbentuknya bukit barisan yang terjadi jutaan tahun silam menjadi bukti.
Takengon kini menjadi magnet para penambang batu. Namun jerih payah tak selalu berujung manis. Tak jarang setelah menggali sekian lama, mereka harus pulang dengan tangan hampa.
Cerita batu mulia tak hanya ada di perut bumi. Tepian sungai juga menjadi titik pencarian para penambang. Berbekal teropong sederhana aliran sungai pun tak luput dijejak. Namun upaya ini tak selalu berhasil.
Memotong batu di tengah sungai bukan pekerjaan mudah karena arus cukup deras. Idocrase atau batu neon ditemukan. Situasi inilah yang mendorong warga Desa Jagong, Takengon ramai-ramai beralih profesi jadi penambang batu akik.
Sebagai material geologis, batu mulia tersebar di kawasan pegunungan. Magma yang naik ke permukaan bumi dan menyisip di antara rekahan adalah bahan dasar batu mulia. Peta potensi geologi disusun untuk mengetahui wilayah yang kaya akan mineral berharga.
Demam batu akik, khususnya giok di Takengon, membuka banyak lahan kerja baru. Tak hanya jadi penambang, sebagian warga juga memilih menjadi perajin batu akik. Harga jual tinggi dan keuntungan menggiurkan menjadi salah satu alasan.
Saat ini khususnya di Aceh, batu jenis idocrase solar tengah menjadi buruan para kolektor. Harganya bahkan bisa melambung hingga mencapai puluhan juta rupiah. Tapi bagi para kolektor, harga selangit bukanlah masalah.
Namun minimnya pemahaman masyarakat tentang batu akik, membuat mereka berlomba-lomba memburu batu mulia tanpa dibekali pengetahuan yang cukup. Maraknya penambangan batu mulia pun menyisakan masalah lingkungan yang serius.
Penggalian tanah dan eksplorasi sungai yang tak terkendali berpotensi mengganggu keseimbangan alam. Pemerintah telah menyiapkan sederet aturan, agar penambangan batu mulia jangan sampai merusak lingkungan.
Seperti apa keindahan batu akik dari Tanah Gayo, Takengon, Aceh Tengah ini? Lalu bagaimana proses penambangan dan pengolahan yang dilakukan masyarakat Aceh secara tradisional hingga menjadi batu yang bernilai jutaan? Saksikan selengkapnya tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Senin (16/3/2015) di bawah ini. (Nfs/Rmn)
Advertisement