Sukses

Ahok: DPRD Salah Baca Surat Mendagri Terkait Dana Siluman 5 BUMD

Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI menduga adanya dana 'siluman' yang dianggarkan Pemprov DKI untuk 5 BUMD DKI yang bermasalah.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI menduga adanya dana 'siluman' yang dianggarkan Pemprov DKI untuk 5 BUMD DKI yang bermasalah. Dugaan itu berdasarkan dokumen evaluasi APBD 2015 oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Namun hal itu ditampik Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menurut dia, Banggar telah keliru membaca dokumen hasil evaluasi tersebut.

"Itu dia (DPRD) salah sekali membaca surat (Evaluasi APBD 2015) dari Mendagri," kata pria yang karib disapa Ahok itu di Balaikota Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Ia menegaskan, Pemprov DKI tidak menganggarkan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) untuk PD Dharma Jaya, PT Ratax Armada, PT Cemani Toka, PT Grahasari Surya Jaya dan PT RS Haji Jakarta dalam Rancangan APBD 2015. Sebab, kelimanya tak pernah menyumbangkan keuntungan atau deviden kepada Pemprov DKI.

Menurut Ahok, pada 2015 yang dianggarkan hanya PMP untuk PT Mass Rapid Transit (MRT) senilai Rp 4,6 triliun dan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Rp 1 triliun untuk untuk PSO (public service obligation) serta pembelian bus.

"Justru saya mengkritik DPRD kenapa Bank DKI tidak PMP? Karena Bank DKI itu ada kewajiban dari BI. Kalau Anda Buku III kan Perdanya Rp 12 triliun, Anda baru setor Rp 3 triliun. Ya Anda setor sampai mencapai Rp 12 triliun. Jadi yang salah di mana? DPRD salah baca," tegas Ahok.

Sebelumnya, Ketua Banggar DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyebut nilai anggaran yang tertulis tepat di samping tulisan 5 BUMD bermasalah itu tersebut dalam hasil evaluasi, sebagai Penyertaan Modal Pemerintah (PMP).

"Setelah kita pembacaan anggaran APBD yang diserahkan Kemendagri kepada kita sebagai tembusan DPRD. Ini ada beberapa contoh permasalahan yang dibilang siluman," kata Prasetio dalam Rapat Banggar di gedung DPRD DKI.

Menurut dia, anggaran yang disebutnya sebagai penyertaan modal itu tidak pernah dibahas pada saat Rapat Banggar dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Artinya tidak pernah ada anggaran untuk PMP kepada 5 BUMD itu.

Namun, lanjut dia, justru ada di dalam hasil evaluasi Kemendagri. Berdasarkan itu, Prasetio kemudian meminta agar Banggar DPRD ‎menanyakan soal anggaran siluman itu pada saat rapat dengan TAPD.

"Nanti saya akan buat tim teknis dari setiap fraksi untuk membuat kesimpulan dari APBD versi Pemda hasilnya apa, temuan-temuannya," ujar Prasetio.

Bukan PMP

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono pun mengklarifikasi pernyataan tersebut. Ia menuturkan anggaran yang dibaca Prasetio di dokumen hasil evaluasi RAPBD 2015 bukan lah PMP. Melainkan nilai kekayaan (ekuitas) tiap BUMD.

Pada hasil evaluasi Kemendagri itu memang tercantum sejumlah angka, yakni PD Dharma Jaya Rp 51 miliar, PT Ratax Armada Rp 5,5 miliar, PT Cemani Toka Rp 112 miliar, PT Grahasari Surya Jaya Rp 48 miliar, dan PT RS Haji Jakarta Rp 100 miliar.

"Itu nilai ekuitas perusahaan mereka secara keseluruhan dan bukan secara keseluruhan (saham) punya kami (DKI)," jelas Heru.

Demikian juga, saat dikonfirmasi perihal evaluasi tersebut, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Monek membantah bahwa ada anggaran PMP untuk kelima BUMD bermasalah tersebut dalam R-APBD DKI 2015.

"Nggak ada PMP terhadap kelima BUMD itu di R APBD DKI 2015. Tidak ada untuk PD Dharma Jaya, Ratax, Cemani Toka, dan lainnya karena kinerjanya kurang memadai," tegas Reydonnyzar ketika dihubungi terpisah.

Ia menjelaskan evaluasi itu hanya berupa peringatan kepada Pemprov DKI agar tak lagi memberi penyertaan modal kepada kelima BUMD itu. Sebab, kelimanya tak pernah menyumbangkan keuntungan atau deviden kepada Pemprov DKI. Karena itu lah, di dokumen evaluasi APBD DKI 2015, kelima BUMD masuk dalam pos Pendapatan bukan Pembiayaan.

"Ini memang kita mengingatkan tidak perlu adanya penyertaan modal atau tambahan penyertaan modal manakala kinerja perusahaan tidak berbanding lurus dengan pemberian kontribusi atau bagi hasil. Tidak memberikan laba kok, ngapain diberikan penyertaan modal," tukas Reydonnyzar. (Mut)