Liputan6.com, Jakarta - Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Nasir Abbas mempertanyakan orang-orang yang bersedia dinafkahi oleh kelompok Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS, walau pun mereka sudah tahu ISIS merupakan kelompok teroris.
"Mereka mengaku sebagai teroris, bukan kelompok radikal lagi. Kenapa kita ragu untuk menyebut mereka teroris? Lihat apa yang dilakukan dan maksud mereka membunuh secara brutal, itu kan tindakan terorisme," kata Nasir, dalam Talkshow Bincang Senator bertema 'ISIS dan Upaya Deradikalisme' bersama Liputan6.com di Brewerkz Restaurant & Bar, Senayan City, Senayan, Jakarta, Minggu (22/3/2015).
Nasir menjelaskan, cara ISIS menafkahi anggotanya pernah ia rasakan saat masih menjadi anggota Jamaah Islamiyah. Kelangsungan hidup sehari-hari disiapkan, tapi semua berasal dari dana teroris.
"Saya cerita pengalaman saya, saya berangkat ke Afghanistan cuma modal badan saja dan disiapkan uang. Apalagi dijanjikan bawa keluarga akan dihidupi, dijanjikan akan ada sekolah dengan pendidikan cara mereka," tutur Nasir.
Bahkan, lanjut Nasir, pengalaman berlatih di Afghanistan dirinya mendapat honor. Maka itu sulit bagi relawan di Indonesia tidak bergabung menjadi anggota ISIS.
"Selain keyakinan untuk tinggal di sana, ada jaminan hidup. Waktu saya, tak cuma tiket pergi saja, tapi dapat uang honor. ISIS ini ada dana yang banyak, mereka bisa jaminan yang jadi anggota. Siapa yang tak tergiur," tukas Nasir.
Belakangan ini banyak WNI pergi ke Suriah dan Irak yang diduga bergabung kelompok ISIS. 16 WNI hilang di Turki yang diduga bergabung ISIS di Suriah, 16 WNI lain juga diamankan otoritas keamanan Turki saat akan melewati perbatasan Suriah. Mereka diduga akan bergabung ISIS. (Rmn/Ans)
Alasan WNI Tergiur Gabung ISIS
Nasir Abbas menjelaskan, cara ISIS menafkahi anggotanya pernah ia rasakan saat masih menjadi anggota Jamaah Islamiyah.
Advertisement