Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku kesulitan pemblokiran situs radikalisme di Indonesia. Karena itu, kementeriannya membutuhkan peran masyarakat untuk melaporkan situs radikal tersebut.
"Situs radikalisme itu berbeda dengan situs porno. Situs porno itu kalau di sana merupakan konten mencari keuntungan. Misalnya xxx. Kalau situs radikalisme misalnya alamatnya adakadabra isinya radikal," kata Rudianta di Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Yogyakarta, Senin (23/3/2015).
Rudiantara mengatakan, masyarakat bisa berpartisipasi dengan melaporkan mengenai konten yang tidak layak ke aduankonten@mail.kominfo.co.id. Sejauh ini, kementeriannya sudah banyak mendapatkan aduan. Setidaknya ada 30 situs yang telah ditutup. Seperti video ISIS yang berisi anak-anak menjalani latihan militer yang beredar beberapa waktu lalu.
"Misalnya yang kasus anak-anak kemarin, masuk ke saya (Kominfo) masuk jam 2 pagi. Kita kerja sama dengan YouTube, dan siangnya langsung hilang," ujar dia.
Rudiantara menambahkan, pihaknya mempunyai beberapa cara untuk mempercepat pemblokiran situs radikalisme, yaitu secara goverment dan teknis. Secara goverment, pihaknya membentuk tim panel yang terdiri dari tokoh masyarakat seperti yang terdiri dari Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, tokoh NU Salahuddin Wahid, serta Sekretaris Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Benny Susetyo.
"Saat ini pemblokiran hanya bisa dilakukan oleh ISP atau provider seluler, ke depan pemerintah bisa memblokir secara langsung, tetapi tidak se radikal China," ucap Rudiantara. (Mvi/Ans)
Menkominfo Akui Sulit Berantas Situs Radikal
Rudiantara menambahkan, pihaknya mempunyai beberapa cara untuk mempercepat pemblokiran situs radikalisme,
Advertisement