Sukses

PKS Minta Polri Profesional Usut Dugaan Korupsi Denny Indrayana

Bila Denny merasa tak bersalah atas kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 32 miliar itu, maka harus membuktikannya di pengadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsy berharap Polri bertindak profesional terhadap kasus mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan payment gateway tahun 2014. Ia juga mengimbau Denny menghormati proses hukum yang menjeratnya.

"Semua pihak harus menghormati proses hukum yang ada. Dari sisi kepolisian haruslah bertindak secara profesional," kata Aboe Bakar saat dihubungi di Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Politisi PKS itu mengatakan, bila Denny merasa tak bersalah atas kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 32 miliar itu, maka harus membuktikannya dalam proses pengadilan.

"Tentunya hal itu hanya dapat dilakukan melalui pengadilan. Oleh karenanya, proses peradilan yang fair dengan memberlakukan orang secara equality before the law akan menjadi tolok ukur," ujar dia.

Selain itu, tambah Aboe Bakar, baik Denny dan Kepolisian sama-sama dituntut profesional dalam mengusut kasus tersebut. Pada akhirnya, yang bersalah akan dihukum dan sebaliknya yang tidak bersalah harus dibebaskan dari segala tuduhan.

"Oleh karenanya, mari diikuti saja proses hukum yang sedang berjalan," tandas Aboe Bakar Alhabsyi.

Payment gateway merupakan layanan jasa elektronik penerbitan paspor yang mulai diluncurkan Juli 2014. Belum lama diluncurkan, Kementerian Keuangan merespons layanan tersebut belum berizin. Layanan itu ada saat Denny Indrayana menjabat sebagai Wamenkumham.

Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Andi Syamsul Bahri, Selasa 10 Januari 2015, yang tertuang dalam LP/166/2015/Bareskrim. Namun Denny membantah tudingan tersebut. Dia mengatakan, tidak ada kerugian negara dalam proyek tersebut.

Sebab, berdasarkan hasil audit BPK yang dikeluarkan pada 31 Desember 2014, nilai pengeluaran dan pemasukan sama dengan total Rp 32,4 miliar. "Sudah ada laporan BPK Desember lalu yang mengatakan negara menerima uang Rp 32,4 miliar. Itu bukan kerugian negara," ucap Denny Indrayana pada Kamis 12 Maret 2015. (Mut)