Liputan6.com, Jakarta - Saksi ahli rapat angket DPRD DKI Jakarta Margarito Kamis meminta anggota dewan tidak ragu bertindak. Jika panitia angket menemukan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dia menyarankan melanjutkan ke Hak Menyatakan Pendapat (HMP).
Pakar hukum tata negara itu mengatakan, panitia angket harus benar-benar cermat melihat pelanggaran yang dilakukan Ahok sebagai gubernur. Sebab, pelanggaran Ahok menjadi modal utama dibawa ke paripurna dan HMP.
"Mau dinyatakan apa dalam HMP, menyatakan bahwa figur tata negara telah melanggar hukum. Dan karena itu, angket ini berakhir dengan paripurna. Kalau menemukan kesalahan ya lanjutannya HMP," ujar Margarito saat rapat angket di gedung DPRD, Rabu (25/3/2015).
Margarito menyarankan, agar DPRD memanggil Ahok untuk mendengar keterangannya jika panitia angket berniat melanjutkan ke HMP. Terlebih, penyampaian keterangan itu dibarengi dengan penunjukan bukti-bukti oleh panitia angket.
"Kalau Anda sudah ada fakta tentang pelanggaran hukum, apa yang perlu dikhawatirkan? Justru itu menguatkan landasan konstitusional hak mengeluarkan pendapat," imbuh Margarito.
Menurut Margarito, kalau angket berujung paripurna dan menyetujui dibentukan panja HMP, dewan tidak perlu ragu. Dewan justru salah jika membiarkan adanya pelanggaran yang dilakukan eksekutif.
"Untuk apa? Bapak sudah tahu ada pelanggaran hukum malah diam-diam. Lain soalnya kalau angket tak menemukan pelanggaran hukum tidak apa-apa," tandas Margarito.
Kemendagri Salah Evaluasi?
Margaritho menilai, evaluasi yang dilakukan Kemendagri salah. Karena RAPBD DKI bukan hasil pembahasan paripurna DPRD DKI dengan Pemprov.
Margarito mengatakan, mekanisme pembahasan RAPBD antara dewan dan pemprov harus dilaksanakan. Sementara e-Budgeting hanyalah media untuk menempatkan APBD agar tidak bisa dikorupsi.
"Tidak bisa dengan alasan karena ini di e-Budgeting lalu nggak bisa dibahas. Secara hukum tidak bisa," kata Margarito.
Hal itu juga berlaku bagi berkas yang disampaikan kepada Kemendagri. Margarito menilai, pemprov tidak bisa membawa RAPBD bukan hasil pembahasan dan pesetujuan bersama ke Kemendagri.
"Itu adalah APBD yang sedang disetujui bersama. Di luar itu tidak bisa. Kalau yang tidak dibahas diajukan. Ke Kemendagri untuk evaluasi lalu Kemendagri kembalikan ke pemprov untuk dibahas bersama, menurut saya itu juga salah. Kan tidak disetujui bersama, gimana dibahas?" papar dia.
Secara hukum konstitusional, lanjut Margarito, RAPBD tidak dibahas karena pemprov sudah memasukan ke e-budgeting itu tindakan salah. Seharusnya, data dimasukan ke e-budgeting setelah pembahasan selesai.
"Tapi kalau dari awal sudah dimasukan ke e-budgeting lalu tidak bisa dibahas, saya katakan itu melanggar hukum," ujar Margarito.
Panggil Ahok
Margarito Kamis kembali menyarankan, panitia angket DPRD DKI segera memanggil Ahok. Tapi, menurut dia, pemanggilan Ahok sebaiknya dilakukan jika hak angket ini sudah menemukan fakta dan akan berlanjut ke HMP. Hanya saja, tidak ada satu pun aturan di Undang-Undang pun yang mengharuskan pemanggilan Ahok.
"Betul, Bapak ibu tidak akan temukan satupun ayat dalan MD3 yang mengatur itu. Tapi dalam ilmu hukum berlaku hukum universal perlakuan yang sama atau perlakuan yang berimbang," jelas dia.
Pemanggilan Ahok, lanjut Margarito, lebih terhadap menunaikan asas keadilan. Dalam kasus ini, tidak adil rasanya pihak utama yang diperkarakan justru tidak didengar keterangannya.
"Tidak fair jika gubernur dinilai melanggar hukum tapi tak diberi ruang membela diri," pungkas Margarito.
Ahok sebelumnya menganggap, kisruh APBD DKI antara Pemprov dan DPRD sudah selesai. Namun, ia heran mengapa anggota dewan masih saja menggelar rapat hak angket.
"Saya kira nggak usah kasih panggung-panggung lagi hak angket, orang-orang kurang kerjaan gitu," ketus Ahok di Balaikota Jakarta siang tadi. (Rmn/Riz)
Saksi Ahli: Kalau Menemukan Pelanggaran Ahok, DPRD Lanjutkan HMP
Margarito Kamis menyarankan, panitia angket DPRD DKI segera memanggil Ahok.
Advertisement