Liputan6.com, Jakarta - Bergulir wacana hak angket kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, karena mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono. ‎
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wacana hak angket itu kurang tepat sasaran, karena tidak menyangkut kepentingan masyarakat umum.
"Angket itu kalau perkaranya menyangkut kepentingan umum yang besar. Ini kan masalah surat seorang menteri saja. Itu tentu mestinya bukan bagian daripada angket," kata JK di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Kendati, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mempersilakan DPR menggunakan hak angketnya. Ia juga meminta Yasonna mempersiapkan argumen, untuk menjawab pertanyaan anggota dewan.
"Boleh saja dipertanyakan, silakan saja," ucap JK.
JK enggan menilai ada kesewenang-wenangan atau tidak terkait bergulirnya hak angket ini. Dia membiarkan masyarakat yang menilai.
"Saya tidak bisa menilai itu, saya cuma menilai tidak ada kepentingan umumnya," tandas JK.
Hak Angket
116 Anggota DPR telah menandatangani pengajuan hak angket terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.
Munculnya hak angket ini menyusul keputusan Yasonna, menyikapi dualisme Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Para anggota dewan yang menandatangani pengajuan hak angket ini berasal dari 5 fraksi berbeda, yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya menganggap, hak angket yang diajukan anggota DPR terhadap dirinya merupakan serangan berlebihan. "Hak angket untuk saya itu overshoot. Terlampau tinggi tembakannya," tutur Yasonna.
Menurut Yasonna, hak angket dapat diajukan jika berdampak luas bagi masyarakat. Sedangkan konflik internal Partai Golkar dan PPP tidak mempengaruhi masyarakat luas.
"Jadi saya kira perbedaan pendapat dan ketidakpuasan di antara 2 kelompok pengurus parpol dalam menyikapi keputusan Menteri Hukum dan HAM adalah soal di internal partai saja," tegas Yasonna. (Rmn/Sss)