Sukses

Hotman Paris: Hasil Medis RS, Tak Ada Kekerasan Seksual di JIS

Menurut kuasa hukum 2 guru JIS, Hotman Paris, sejak awal kasus bergulir, terlihat banyak kejanggalan.

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum 2 guru Jakarta International School (JIS), Hotman Paris menyatakan dugaan rekayasa kasus ini semakin kuat. Fakta medis serta keterangan para saksi dan ahli yang dihadirkan selama sidang di PN Jakarta Selatan dinilainya kian memperlemah laporan dari ibu korban.

Saat ini kasus tersebut memasuki masa akhir persidangan terkait adanya dugaan kekerasan seksual yang melibatkan 2 guru JIS, yang kini menjadi tersangka. Kedua guru tersebut adalah Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong

Menurut Hotman sejak awal kasus bergulir, terlihat banyak kejanggalan. Seperti waktu proses penyidikan awal yang memakan waktu hampir 4 bulan menunjukkan bahwa penyidikan kasus ‎ini tidak dilandasi oleh bukti-bukti kuat.

"Kami amat yakin bahwa sodomi tidak pernah terjadi di JIS karena dalam persidangan, tidak ada satu pun bukti yang ditunjukkan Penuntut Umum terkait sodomi," ujar Hotman di Jakarta, Jumat (27/3/2015).

Menurut Hotman, mustahil para guru tidak mengetahui akibat dari  kejadian tersebut jika memang benar-benar terjadi. Mengingat, ‎pasti ada akibat dari perlakuan sodomi terhadap anak jika dilakukan secara berulang-ulang.

"Akibat pertama yang bisa dilihat dari anak yang disodomi adalah nestapa dan penderitaan. Bagaimana mungkin seorang anak disodomi secara paksa, beramai-ramai, berulang-ulang kali, di jam sekolah selama berbulan-bulan tanpa diketahui akibatnya oleh para guru, teman sekelasnya, atau pun pengasuh dan orang tuanya. Kalau memang ada, anak tersebut sudah mengalami pendarahan atau pingsan," ucap Hotman.

Kejanggalan lainnya didukung fakta bahwa dalam BAP anak berinisial AL yang disebut menjadi korban, tak pernah sama sekali mengatakan kalau dia mengalami kekerasan seksual. Semua cerita itu didapatkan dari keterangan orang tua.

Hasil Medis

Selain itu, hasil pemeriksaan medis juga tidak ada yang mengonfirmasi adanya perbuatan kekerasan seksual yang dituduhkan kepada dua guru.

Hotman menerangkan, bahkan si anak ‎tidak dapat mengenali kedua guru tersebut ketika hadir dalam persidangan. Fakta medis dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) semakin memperkuat adanya banyak kejanggalan dalam kasus ini.

Sesuai keterangan saksi dari RSPI, ‎anak berinisial MAK yang dikatakan juga turut menjadi korban, ternyata tidak mengidap penyakit herpes, seperti yang dikatakan ibu pelapor pada tahun lalu saat kasus ini mencuat ke publik.

Yang terpenting, tambah Hotman, dalam keterangannya pada persidangan beberapa waktu lalu, Dr Lutfi dari RSPI mengatakan nanah yang diderita MAK bukan disebabkan virus, namun diduga bakteri. Selain itu, pemeriksaan di UGD tersebut baru awal dan perlu pemeriksaan lanjutan untuk mendapatkan hasil yang konklusif.

Namun menurut Dr Lutfi dalam persidangan beberapa waktu lalu, permintaan agar ibu MAK membawa anaknya itu untuk diperiksa lagi tidak pernah dilakukan. Ibu MAK justru melaporkan kasus kekerasan seksual dengan alasan penyakit herpes yang ia katakan dialami si anak. Padahal penyakit MAK bukan itu.

Belakangan juga ditemukan, bahwa terdapat hasil pemeriksaan laboratorium MAK di RS Bhayangkara yang dilakukan pada 2014 lalu. Laporan itu menunjukkan anak tersebut tidak terinveksi HSV-2 IgM. Anehnya, laporan ini tidak muncul dalam berkas perkara petugas kebersihan sebelumnya.

Laporan medis dari RS Singapura juga berbeda dengan hasil pemeriksaan dokter Indonesia terhadap AL, di mana dinyatakan anus yang bersangkutan dalam keadaan normal. Lebih jauh lagi, ternyata ada laporan medis dari salah satu rumah sakit di Singapura untuk AL yang menyatakan bahwa dia tidak pernah mengalami kekerasan seksual.

"Fakta ini seharusnya jelas menjadi bukti bahwa kedua guru tersebut tidak melakukan kekerasan seksual kepada si anak," tukas Hotman. (Ali)

Video Terkini