Sukses

Pasang Surut Hubungan Indonesia-Singapura pada Masa Lee Kuan Yew

Bom meledak di MacDonald House menjadi cikal bakal naik turunnya suhu hubungan Indonesia - Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Pada 10 Maret 1965, bom meledak di MacDonald House, Orchard Road, Singapura. 3 Orang tewas, 33 lainnya terluka. Inilah cikal bakal naik turunnya suhu hubungan Indonesia-Singapura. Adalah Sersan Usman Janatin dan Kopral Harun Alias Tohir, yang belakangan dikenal dengan pasangan [Usman dan Harun ](Lee Kuan Yew "")berada di balik peristiwa ini.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (29/3/2015), saat itu semenanjung Malaya bergejolak. Presiden Sukarno menolak federasi Malaysia yang merupakan gabungan Singapura, Sabah dan Serawak dan memilih menggelorakan Dwikora.

Usman dan Harun yang saat itu anggota Korps Komando Operasi (KKO) alias Marinir Angkatan Laut dikirim ke Singapura. Tugasnya satu, membom Mac Donald House.

Misi itu sukses, namun sayang, Usman dan Harun gagal kembali ke pasukannya. Mereka akhirnya ditangkap dan ditawan di Singapura. Lee Kuan Yew yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri Singapura sangat geram. Pengadilan Singapura pun memvonis Usman dan harun hukuman mati.

Pada 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 WIB, 2 pemuda tanah air yang baru berumur 25 tahun itu dieksekusi mati. Indonesia pun berduka. Jasad Usman dan Harun disambut sebagai pahlawan saat tiba di tanah air. Lautan warga mulai dari Bandara Kemayoran hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI) mengiringi jenazah Usman dan Harun. Kasus ini pun memicu kemarahan rakyat Indonesia.

Lima tahun pasca-insiden itu, Lee Kuan Yew berencana berkunjung ke Indonesia. Presiden Soeharto langsung mengajukan syarat, Perdana Menteri Lee Kuan Yew harus menaburkan bunga di makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Sikap kenegarawanan Lee pun diuji.

Tahun lalu, hubungan ini tiba-tiba kembali memanas, saat TNI menamakan kapal perangnya dengan nama KRI [Usman Harun](Lee Kuan Yew ""). Singapura menilai RI tak peka dengan peristiwa berdarah di hotel Mac Donald. Namun RI menilai sebaliknya.

Naik turunnya hubungan antardua negara bisa terjadi kapan saja. Namun kunci satu-satunya adalah kebijakan seorang kepala negara yang mampu meredamnya. (Dan/Riz)