Sukses

Eks Wakakorlantas Menangis Baca Pleidoi, Tak Ikhas Jadi Terdakwa

Didik menceritakan, ayahnya seorang kepala sekolah dan ibunya ‎hanya ibu rumah tangga biasa.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigadir Jenderal Pol Didik Purnomo menangis saat membacakan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Pleidoinya berjudul 'Tugas Tambahan Wajib itu Telah Menguburkan Semua Impian Saya'.

Dalam pleidoinya, terdakwa kasus simulator SIM membacakan sekilas pengalaman pribadinya dan soal kariernya di kepolisian.‎

"Saya mohon izin menyampaikan sekilas info tentang pribadi saya yang mulia. Saya terlahir di desa kecil di Kabupaten Lamongan, kurang lebih 40 kilometer sebelah barat kota Surabaya, Jawa Timur," ujar Didik saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (30/3/2015).

Didik menceritakan, ayahnya seorang kepala sekolah dan ibunya ‎hanya ibu rumah tangga biasa. Dia anak bungsu dari 8 bersaudara. Saat melanjutkan cerita tentang keluarganya itu, Didik tertegun dan menangis.

"Ayah saya meninggal saat saya berusia 8 tahun. Dengan demikian praktis saya dibesarkan oleh seorang ibu yang hanya mengandalkan gaji pensiunan seorang kepala sekolah," ujar Didik sambil menangis.

Didik sempat tertunduk sembari menahan tangis. Juga sempat beberapa detik terdiam untuk membuat dirinya tenang kembali.

Dia melanjutkan, pembelaan yang ia sampaikan ini merupakan fakta. Karenanya, majelis hakim dimintanya untuk memandang sebagai pembelaan diri.

"Lebih dari itu, pembelaan ini adalah fakta yang saya miliki dan fakta persidangan yang sudah tergelar dengan jelas apa peran saya di simulator SIM di korlantas tahun 2011," ucap dia.

Eks Wakorlantas Tidak Ridho

Didik mengakui, tidak ingin menjadi seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan simulator SIM. "Apapun alasannya, saya tidak akan pernah mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan," ucap Didik.

Didik menambahkan, keterangan yang ia sampaikan tidak akan berubah. Ia akan tetap konsisten memberi seluruh keterangan ia ketahui sejak diperiksa KPK 2,5 tahun lalu sampai saat ini.

Namun, dia menyatakan tidak ridho dan ikhlas atas apa yang dialaminya.‎ Terutama mereka yang terlepas dari jeratan hukum dalam kasus yang menjeratnya ini.

"Saya tidak ridho dan tidak ikhlas apabila ada orang mengarang cerita sedemikian rupa agar mereka terlepas dari jerat hukum dan saya masuk dalam jerat hukum yang ditersangkakan," ujar Didik.

Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigadir Jenderal Pol Didik Purnomo dengan 7 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM ‎roda dua dan roda empat pada Korlantas Polri tahun anggaran 2011.‎ Selain itu, Didik juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Didik dinilai bersama-sama dengan mantan Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo melakukan korupsi dan memperkaya diri dalam melancarkan proses lelang proyek pengadaan simulator SIM‎ roda dua dan roda empat. Dalam surat dakwaan disebutkan, Didik menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo Sastronegoro, yang juga telah terjerat dalam kasus ini.

Didik dianggap menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat pembuat kewenangan dalam menandatangani harga perkiraan sendiri dan spesifikasi teknis pengadaan simulator SIM roda 2 dan roda 4. (Mvi/Yus)