Sukses

DPR Tak Akan Campur Tangan soal Dualisme Fraksi Golkar?

PTUN yang menangani perkara kisruh kepengurusan Partai Golkar diminta bertindak lebih cepat, agar dualisme kepemimpinan Golkar lekas tuntas.

Liputan6.com, Jakarta - Para pimpinan DPR RI hari ini membahas dualisme Fraksi Partai Golkar dalam rapat pimpinan. Namun para pimpinan masih berdebat, terkait kewenangan anggota dewan mengomentari perselisihan internal Golkar saat dibawa ke rapat paripurna nanti.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, permasalahan Golkar adalah masalah internal dan fraksi, bukan merupakan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR.

"Itu yang tadi dibahas di dalam (rapim). Karena fraksi bukan AKD," ujar Agus di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/3/2015).

Pimpinan DPR, kata Agus, juga belum dapat mengambil keputusan, terkait hak anggota fraksi lain melayangkan interupsi saat paripurna. Paripurna yang semula dijadwalkan digelar Kamis 2 April itu, juga terancam mundur karena menyesuaikan agenda kerja pimpinan DPR.

Agus menjelaskan, awalnya setelah rapat pimpinan digelar hari ini, tahapan selanjutnya membahas kesimpulan rapat dalam Badan Musyawarah (Bamus).

"Kita awalnya akan bawa ke Bamus pada hari Rabu (1/4), cuma karena besok ada rapat konsultasi dengan presiden, ada kemungkinan ditunda," kata dia.

Politisi Partai Demokrat itu menegaskan, perselisihan kepengurusan Fraksi Golkar di DPR harus ditetapkan dalam paripurna. "Semua dinamika hanya terjadi di paripurna. Masalah yang berkaitan dengan fraksi bukan kewenangan pimpinan. Pimpinan tidak akan memutuskan, tapi diserahkan ke Bamus, kemudian rapat paripurna," pungkas Agus.

PTUN Bergerak Cepat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta, agar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menangani perkara kisruh kepengurusan Golkar bertindak cepat. Karena situasi saat ini sudah memanas, sampai ada perebutan ruangan fraksi.

"Karena itu, PTUN harus menilai dan cepat karena sudah mulai panas, akan mulai merusak lagi," ujar Mahfud di DPR di Jakarta.

Menurut Mahfud, PTUN tidak akan sulit memutuskan hal tersebut, jika melihat putusan tersebut. Namun karena peristiwa ini sudah masuk ke ranah politik, menjadi rumit.

"Kalau punya tangung jawab kenegaraan dan kebangsaan, PTUN harus cepat memutuskan hal itu. Sebenarnya hakim kan gampang menyimpulkan putusan. Ini jadi rumit karena masuk dalam poitik," kata dia.

Terkait putusan Mahkamah Partai Golkar, Mahfud menilai, sesuai perundang-undangan hasil putusan Mahkamah Partai adalah final untuk penyelesaian kisruh internal partai. Sehingga tidak perlu menempuh upaya hukum lain.

"Putusan Mahkamah Partai berdasarkan undang-undang itu adalah final dan mengikat," jelas dia.

Namun, Mahfud menjelaskan, putusan Mahkamah Partai harusnya kolektif. Sebab, Mahkamah Partai Golkar ini ada 4 hakim yang memberikan keputusan. Sehingga keputusannya kurang kuat ketika hasilnya imbang.

"Karenanya, jalur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah langkah yang tepat. Menunggu putusan praperadilan PTUN. Namun menurut undang-undang juga tata usaha negara, sebelum diputuskan oleh PTUN (hasil Mahkamah Partai) tidak ditangguhkan. Itu menurut undang-undang. Memang begitu misalnya. Ini seperti di pengadilan ada peninjauan kembali (PK), tapi tidak menunda eksekusinya," pungkas Mahfud.

Hingga kini kisruh Partai Golkar belum juga tuntas, akibat dualisme kepemimpinan. Kubu Agung Laksono atau hasil Munas Ancol mengklaim sebagai pengurus sah berdasarkan keputusan Kemenkumham. Kemenekumham sendiri memutuskan berdasarkan keputusan Mahkamah Partai Golkar.

Sementara kubu Aburizal Bakrie atau Ical masih menganggap keputusan Kemenkumham adalah 'ilegal'. Mereka mengajukan gugatan ke PTUN, yang sampai saat ini masih dalam proses sidang. (Rmn)