Liputan6.com, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD DKI Jakarta tak lama lagi akan memasuki masa paripurna. Dalam paripurna nanti, permasalahan etika Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tetap akan dibahas meski banyak pakar berpendapat, hal itu tak bisa menjadi dasar pelengseran pria yang karib disapa Ahok tersebut.
Ketua Pansus Hak Angket M Ongen Sangaji mengaku, pendapat para pakar bukan hambatan bagi jajarannya. Mereka tetap akan membawa angket ke paripurna.
"Nggak ada hambatan, kita jalan terus," ujar Ongen melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa (31/3/2015).
Politisi Partai Hanura itu menghargai pendapat para pakar yang dihadirkan dalam rapat angket sebagai saksi ahli. Hanya saja, dia menilai etika tetap menjadi landasan dalam hidup berbangsa.
"Kan tim ahli itu juga yang menyatakan etika itu landasan negara juga," ucap dia.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin saat menjadi saksi ahli menyebut, etika dalam berbangsa sudah diatur dalam TAP MPR No 6 Tahun 2001. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan kedua undang-undang itu, menurut dia, menjaga etika bagi para pemimpin sangat penting.
"Pasal 67 huruf (d) di UU 23/2014 menyebutkan bahwa Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah meliputi menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah," jelas dia.
Irman juga mengulas kasus pemakzulan yang terjadi pada mantan Bupati Garut Aceng Fikri. Kala itu, sambung dia, DPRD Garut menemukan fakta Aceng menyalahi etika karena menikah lagi tidak izin terlebih dulu pada istri pertama.
"Etika dan UU sebagai konstruksi sumpah jabatan harus dipegang teguh. Akhirnya bupati itu diturunkan," kata Irman.
Namun hal ini berbeda dengan pendapat yang disampaikan pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana. Menurut dia, DPRD tidak bisa menjatuhkan Ahok hanya karena etika.
Dalam Undang-undang MD3, kata Tjipta, hak angket digunakan Dewan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan publik. Sedangkan etika sendiri tidak masuk dalam persoalan kebijakan.
"Ahok tidak bisa dijatuhkan karena masalah etika komunikasi," ujar Tjipta.
Tjipta menambahkan, pelanggaran etika harusnya dijadikan faktor penguat, bukan faktor utama bila Dewan memang berkeinginan untuk melengserkan gubernur. Seharusnya, Dewan menggunakan masalah RAPBD sebagai landasan utama.
"Faktor utama yang dimaksud ialah dugaan pelanggaran prosedur pengajuan RAPBD DKI 2015," pungkas Tjipta Lesmana. (Ndy/Ans)