Liputan6.com, Jakarta - 7 Dari 19 pengelola situs media Islam online yang diblokir mendatangi kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Jakarta. Para pengelola situs yang dianggap mengandung paham radikal ini melakukan mediasi bersama staf ahli Kemkominfo dan juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT).
Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Selasa (31/3/2015), dalam mediasi tersebut, ketujuh pengelola situs memprotes dan mempertanyakan alasan pemblokiran tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Baca Juga
Juru bicara BNPT Irfan Idris mengaku, penelusuran pada media Islam yang diblokir sudah berjalan sejak 2012 lalu. Ia menyebut pemblokiran dilakukan untuk menjaga negara dari ancaman radikalisme.
Advertisement
"Konten situs bernilai radikal, ada yang mengkafirkan orang, membahas tentang jihad dan mengajak bergabung ISIS. Macam-macamlah. Tiap-tiap media yang ada di situ tentunya ada bukti fisik yang tim internal miliki nanti akan kita kaji ulang," kata Irfan.
Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com Mahladi mengaku, tidak ada pemberitahuan terkait konten medianya yang dianggap mengandung paham radikal. Ia juga menganggap aneh alasan pemblokiran.
Sebab sejak didirikan tahun 1996 situsnya tidak pernah memiliki masalah dengan isi dan konten yang diduga BNPT mengandung paham radikalisme dan pro-ISIS.
"Kita berusaha mendatangi pihak-pihak seperti Dewan Pers dan DPR untuk mengatakan sesungguhnya yang terjadi itu apa. Apa betul masyarakat merasa dirugikan dengan isi berita kami. Kami sebetulnya merasa bahwa ini ada yang salah penilaiannya," papar Mahladi.
Dalam pertemuan ini, staf ahli Kemkominfo Henri Subiakto mengaku pihaknya hanya memenuhi permintaan dari BNPT untuk memblokir 19 situs media Islam yang dianggap mengandung paham radikal.
"Kominfo sama sekali tidak punya keahlian untuk menentukan oh ini berbahaya, tidak punya keahlian. Kominfo tidak mempunyai ahli-ahli agama ataupun ahli menentukan ini radikal atau tidak. Kominfo hanya menampung masukan dari stakeholder (pemangku kepentingan) kemudian menyampaikannya kepada ISP untuk diblokir. Persis seperti kasus pornografi," jelas Henri.
Permohonan pemblokiran tertera dalam surat yang diberikan BNPT yang kemudian diteruskan Kominfo dengan meminta penyelenggara internet service provider (ISP) untuk memblokir 19 situs media Islam yang diduga mengandung paham radikal dan pro-ISIS. (Nfs/Ans)