Sukses

Jimly: Blokir Situs Radikalisme Tak Efektif, Mereka Lebih Canggih

Jimly menilai, langkah persuasif lebih tepat dalam menangkal radikalisme di Tanah Air.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memblokir 22 situs atau laman Islam yang diduga menyebarkan paham radikalisme. Pemblokiran ini dilakukan atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Cendikiawan muslim Jimly Asshiddiqie yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, langkah Kemkominfo memblokir situs Islam, sebagai jalan pintas memberantas paham radikal di Indonesia. Padahal, masih ada cara lebih elegan.

"Kita dengarkan saja penjelasan BNPT dan pemerintah, tentunya punya pertimbangannya. Tapi ada juga yang menduga sikap pemerintah ini mau bikin gampang, putuskan dulu, hasilnya seperti apa, urusan belakangan, nanti para pemilik situs yang yang bisa buktikan seperti yang telah dituduhkan," ujar Jimly di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (1/4/2015).

"Jadi modelnya sikat dulu, urusan belakangan. Ini mau ambil mudahnya saja," sambung Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.

Jimly menganggap, tindakan Kemkominfo itu tidak akan efektif memberangus radikalisme di Indonesia. Sebab, setelah situs tersebut diblokir, para pengelola situs tersebut sangat mungkin membuat lagi situs baru dengan nama, isi, dan konten yang tak jauh berbeda dengan situs yang diblokir.

"Saya rasa ya ini tidak efektif, karena sama saja dengan peredaran situs porno. Karena tindakan untuk blokir, lagi-lagi tiap 3 bulan, itu nggak apa-apa. Tapi kan para penjahat, pornois, mereka canggih-canggih juga, bikin inovasi baru. Ya nggak apa-apa, ini kan upaya pencegahan. Namanya dinamika pertarungan malaikat sama setan," kata dia.

Jimly pun berharap upaya pencegahan melalui pemblokiran situs-situs tersebut, tidak menjadi upaya pencegahan utama untuk memberantas paham radikal. Langkah-langkah persuasif seperti forum diskusi dan ceramah-ceramah keagamaan, dirasa lebih ampuh mencegah beredarnya paham radikalisme.

"Saya rasa ke depan dievaluasi mengenai caranya ini, jangan begini, malah bikin ribut," tandas Jimly.

BNPT melalui surat Nomor 149/K.BNPT/3/2015 meminta 19 situs diblokir karena dianggap sebagai situs penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme. Kominfo pun memblokir 19 situs itu, yang sebelumnya menutup akses 3 situs Islam.

Sejumlah situs tersebut, di antaranya arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com. Lalu kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, dan eramuslim.com.

Namun DPR mengkritik pemblokiran itu, dengan alasan tak ada penjelasan detail soal kriteria radikalisme yang digunakan sebagai tolak ukur untuk menutup situs-situs tersebut.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, pemblokiran yang tidak disertai alasan kuat ditakutkan akan menimbulkan Islamophobia atau ketakutan berlebih pada ajaran Islam. Karena itu, DPR dalam waktu dekat akan memanggil Menkominfo Rudiantara.

Sedangkan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara menuturkan, penutupan akses itu atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). (Rmn/Mut)