Liputan6.com, Jakarta - Kabar pemblokiran 22 situs atau laman Islam yang diduga menyebarkan radikalisme, tak hanya memicu pro dan kontra di dunia maya, tapi juga para onliner di dunia maya atau media sosial.
Pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melalui surat edaran kepada para penyelenggara Internet Service Provider (ISP)--agar memasukkan daftar 22 situs ke dalam sistem filtering itu--dianggap cara tertutup, tanpa melakukan sosialiasi terlebih dahulu.
Protes pun bermunculan. Misalnya saja di Twitter, muncul tagar #KembalikanMediaIslam, yang menjadi trending topic di Indonesia. Tagar ini sebagai bentuk protes terhadap pemblokiran situs-situs Islam tersebut.
Awalnya, ada 3 situs yang terjaring sistem filtering Kemkominfo itu. Kemudian menyusul 19 situs tambahan. Sehingga total situs yang diblokir 22 situs. Kendati, kini situs-situs tersebut bisa diakses kembali. Hanya berselang sehari setelah protes bermunculan.
Sebenarnya, permintaan pemblokiran itu atas usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2199870), berdasarkan surat No 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kemkominfo.
Tidak dijelaskan apa yang menjadi parameter sebuah situs dianggap menyebarkan paham radikalisme. Namun jika dilihat dari namanya, situs-situs yang diblokir itu merupakan situs media Islam.
Akibat pemblokiran ini, 7 dari 19 pengelola situs media Islam online yang diblokir mendatangi kantor Kemkominfo di Jakarta. Mereka melakukan mediasi bersama staf ahli Kemkominfo dan juru bicara BNPT.
Dalam mediasi tersebut, 7Â pengelola situs memprotes dan mempertanyakan alasan pemblokiran tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Juru bicara BNPT Irfan Idris mengatakan, penelusuran media Islam yang diblokir sudah berjalan sejak 2012. Pemblokiran dilakukan untuk menjaga negara dari ancaman radikalisme.
"Konten situs bernilai radikal, ada yang mengkafirkan orang, membahas tentang jihad dan mengajak bergabung ISIS. Macam-macamlah. Tiap-tiap media yang ada di situ tentunya ada bukti fisik yang tim internal miliki nanti akan kita kaji ulang," kata Irfan.
Dalam pertemuan ini, staf ahli Kemkominfo Henri Subiakto mengatakan, pihaknya hanya memenuhi permintaan BNPT untuk memblokir 19 situs media Islam yang dianggap mengandung radikalisme.
"Kominfo sama sekali tidak punya keahlian menentukan, oh ini berbahaya. Kominfo tidak mempunyai ahli-ahli agama atau pun ahli menentukan, ini radikal atau tidak. Kominfo hanya menampung masukan stakeholder, kemudian menyampaikannya kepada ISP untuk diblokir. Persis seperti kasus pornografi," jelas Henri.
Sementara Menkominfo Rudiantara menegaskan, ada permintaan dari BNPT agar menutup sejumlah situs. Namun tidak semuanya ditutup. Ada beberapa pihak yang menyampaikan, sebetulnya situs tersebut tidak mengandung konten negatif dalam konteks radikalisme.
"Oleh karenanya sekarang di Jakarta sedang dibahas antara Kemkominfo, Kemenag, Kemenkopulhukam, dan BNPT," ujar Rudiantara.
Secara detail, BNPT mengungkap 4 kriteria khusus, sampai sebuah situs dianggap radikal sehingga diblokir. Pertama, ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama.
Kedua, Takfiri atau mengkafirkan orang lain. Ketiga mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan ISIS dan keempat memaknai jihad secara terbatas.
Selain mendapat penolakan, ada juga dukungan mengalir. Seperti Gerakan Pemuda Ansor, yang mendukung langkah Kemkominfo memblokir situs-situs yang dianggap menyebarkan paham radikal dan intoleran.
Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid mengatakan, saat ini memang ada beragam cara yang dilakukan kelompok intoleran dalam menyebarkan pahamnya dan perekrutan anggotanya.
Karena itu, kata Nusron, selain memblokir situs-situs intoleran, pemerintah juga harus menindak penggunaan media lain seperti televisi dan radio yang juga mengajarkan anti-perbedaan.
Menurut Nusron, sadar atau tidak situs yang direkomendasikan oleh BNPT agar diblokir tersebut sudah menjurus anti ke-Indonesia-an.
"Apa yang disebarkan dalam situs-situs itu sadar atau tidak sadar telah menganggap bahwa nilai-nilai ke-Indonesiaan tidak sesuai dangan Islam," pungkas Nusron Wahid.
Tak Hanya di Indonesia
Pemblokiran situs yang dianggap menyebarkan radikalisme, ternyata tak hanya terjadi di Indonesia. Pemblokiran juga terjadi di beberapa negara. Umumnya pemblokiran berdasarkan peraturan pemerintah.
Baru-baru ini Pemerintah India memblokir 32 situs besar yang dianggap radikal. Langkah tegas ini untuk menghentikan penyebaran paham ISIS.
Salah satu yang diblokir adalah Github, situs code-sharing yang biasa digunakan pengembang di seluruh dunia. Situs yang dianggap berperan penting untuk industri teknologi ini, sebelumnya telah diblokir di Rusia dan China.
Vimeo juga diblokir Pemerintah India. Situs berbagi video itu dianggap memuat konten pro ISIS. Namun kemudian, blokir Vimeo dicabut setelah memastikan akan menghapus konten pro ISIS.
Beberapa hari lalu, Pemerintah Prancis juga melakukan hal yang sama dengan memblokir 5 situs yang dianggap mendukung aksi terorisme. Dilansir The Verge, pemblokiran tak lepas dari aksi penembakan yang terjadi di kantor majalah satir Charlie Hebdo.
Sementara pemerintah Turki atas perintah pengadilan, juga memblokir situs-situs asosiasi ateis dan organisasi separatis Kurdi. Situs Takva Haber yang dinilai sebagai alat propaganda agar warga bergabung ke ISIS, juga tak luput dari pemblokiran.
Pun demikian, dilaporkan NY Times, banyak situs yang mempromosikan pesan-pesan berbau gerakan ekstrem--bahkan yang langsung bersimpati kepada ISIS lolos dari sensor otoritas Turki.
Salah Sasaran
Pakar Teknologi Informasi (TI) Onno W Purbo mengatakan, tidak mengerti alasan pemblokiran situs. Namun akses terhadap informasi merupakan Hak Azasi Manusia (HAM).
Baca Juga
Onno menilai proses pemblokiran situs sebenarnya proses penyadapan. Padahal menurut aturan yang ada, penyadapan harus berdasarkan perintah pengadilan. "Blokir situs, dasarnya apa ya?" tanya Onno.
Onno juga mempertanyakan apa dan siapa saja yang bisa menentukan mana yang baik, haram, halal, porno, teroris dan lain sebagainya.
Advertisement
Di sisi lain, regulasi yang jelas terkait mekanisme pemblokiran sebuah situs belum ada. Ketua Umum Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) Samuel A Pangerapan pun berharap, sistem pemblokiran bisa tersentralisasi.
Samuel menilai, daftar situs yang terindikasi terorisme masih menjadi perdebatan di masyarakat. Sebab dasar hukum yang digunakan tak sejelas pemblokiran situs-situs pornografi, seperti yang diamanatkan dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan UU 44, 2008 tentang Pornografi.
"Ke depannya, kami berharap ada sebuah sistem pemblokiran yang bisa dilakukan tersentralisasi atau dilaksanakan oleh pihak ketiga. Dengan demikian jaringan ISP dapat mempertahankan netralitasnya," ujar dia.
Terkait surat edaran yang dikirimkan Kemkominfo ke para ISP, Samuel mengatakan hanya sebagian anggotanya yang menerima surat perintah pemblokiran situs yang dianggap radikal. Sebagian lain belum mendapatkan e-mail dari Kemkominfo.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menilai, apa yang dilakukan Menkominfo bukanlah hal yang terburu-buru. Tapi sebagai upaya antisipatif, agar jangan sampai pemerintah kecolongan masuknya radikalisme atau ISIS.
Menurut Tedjo, memblokir situs berisi radikalisme tidaklah mudah. Harus berdasarkan laporan masyarakat. Tidak seperti situs-situs porno yang bisa langsung diblokir begitu saja.
Cendekiawan muslim Jimly Asshiddiqie menilai, langkah Kemkominfo memblokir situs Islam, sebagai jalan pintas memberantas paham radikal di Indonesia. Padahal, masih ada cara lebih elegan dan persuasif.
Jimly menganggap, sikap Kemkominfo itu tak efektif memberangus radikalisme di Indonesia. Sebab, setelah situs diblokir, para pengelola situs sangat mungkin membuat lagi situs baru dengan nama, isi, dan konten yang hampir sama dengan situs yang diblokir.
"Saya rasa ya ini tidak efektif, karena sama saja dengan peredaran situs porno. Karena tindakan untuk blokir, lagi-lagi tiap 3 bulan, itu nggak apa-apa. Tapi kan para penjahat, pornois, mereka canggih-canggih juga, bikin inovasi baru. Ya nggak apa-apa, ini kan upaya pencegahan. Namanya dinamika pertarungan malaikat sama setan," kata dia.
Peneliti intelijen dan terorisme Universitas Indonesia Ridlwan Habib menilai, pemblokiran 22 situs itu salah sasaran. Sebab, sebagian situs yang diblokir justru media Islam yang selama ini tidak setuju dengan ISIS.
Dalam keterangan tertulisnya, Ridlwan mencontohkan 2 situs yang jelas-jelas pro ISIS dan masih aman adalah www.khilafadawlaislamiyyah.wordpress.com dan situs www.shoutussalam.org.
Dua situs itu, lanjut Ridlwan, selalu mengeluarkan video-video terbaru dari medan perang ISIS di Irak dan Suriah. "Jihad online kelompok pro-ISIS tidak akan padam dengan blokir, mereka justru makin bersemangat," ujar dia.
DPR juga mengkritik pemblokiran itu, dengan alasan tak ada penjelasan detail soal kriteria radikalisme yang digunakan sebagai tolak ukur untuk menutup situs-situs tersebut.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, pemblokiran situs yang tidak disertai alasan kuat, ditakutkan akan menimbulkan Islamophobia atau ketakutan berlebih kepada ajaran Islam. Karena itu, DPR dalam waktu dekat akan memanggil Menkominfo Rudiantara. (Rmn/Ans)