Liputan6.com, Jakarta - Kisruh internal Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie atau Ical dengan kubu Agung Laksono dinilai bisa berakhir dengan damai dan tak berkepanjangan. Hal itu jika kubu Ical mematuhi Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (SK Menkumham) yang mengesahkan kepengurusan Golkar di bawah pimpinan Agung Laksono.
"Kalau saran untuk berakhir sebenarnya sudah digariskan dalam hasil sidang Mahkamah Partai. Salah satu butirnya adalah siapapun yang akhirnya menang (di Menkumham) tidak boleh mengambil semua jabatan. Harus berbagi sampai ada munas baru pada tahun 2016," kata Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (2/4/2015).
Namun, putusan Mahkamah Partai dan Menkumham itu justru digugat kubu Ical. Perseteruan kedua kubu pun kian memamas. Bahkan ketika Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) mengabulkan putusan sela untuk kubu Ical, mereka beramai-ramai mendatangi Pimpinan DPR dan berencana akan membersihkan orang-orang Agung Laksono dari Kantor DPP Partai Golkar.
"Itu putusan yang sejatinya melegakan dan moderat. Sayangnya, putusan ini juga tak mau diindahkan, khususnya oleh kepengurusan Ical. Mestinya sebagai partai, berhenti di situ. Tinggal melakukan negosiasi siapa yang masuk apa dan di jajaran apa. Saya kurang paham. Partai-partai kita tak mampu mengelola konflik di antara mereka, semua hal mau diselesaikan melalui pengadilan," beber Ray.
Jika kasus non-pidana seperti urusan kisruh kepengurusan internal partai selalu dibawa ke pengadilan, Ray berujar, demokrasi di lingkungan partai tersebut tidak tumbuh.
"Kemampuan lobi, nego, dialog dan musyawarah, sebagai cara utama dalam mengatasi kepentingan dan konflik di dalam tubuh partai modern dan demokratis, seolah tak menemukan realitasnya di partai-partai kita sekarang. Padahal dalam UU, kisruh partai bisa diselesaikan di Mahkamah Partai," tandas Ray Rangkuti. (Ali/Yus)
Berujung di Pengadilan, Parpol Dinilai Tak Mampu Kelola Konflik
Jika kisruh kepengurusan internal parpol selalu dibawa ke pengadilan, demokrasi di lingkungan partai tersebut dinilai tidak tumbuh.
Advertisement