Sukses

Panglima TNI: Situs Radikal Membahayakan, Tidak Bisa Didiamkan

Gerakan yang dilakukan kelompok radikal harus dicermati. Pemerintah tidak perlu ragu menindak tegas penyebar paham radikal.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang terus memperluas pengaruh mereka di Tanah Air telah meresahkan banyak pihak. Guna membendung mereka, pemerintah pun sempat memblokir sejumlah situs yang dianggap menyebarkan paham radikal.

Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, situs berbahaya tidak boleh didiamkan. Kelompok radikal saat ini memang tidak hanya melakukan aksi dengan cara kontak fisik, tetapi sudah masuk ke ranah psikologi dengan menebar propaganda dan paham yang sebenarnya menyimpang.

"Membahayakan dari segi pembentukan dalam permusuhan. Tidak hanya dalam bentuk fisik, tapi dalam bentuk doktrin, ideologi, itu juga membahayakan," ujar Moeldoko di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Kamis (2/4/2015).

Menurut Moeldoko, gerakan-gerakan yang dilakukan kelompok radikal saat ini harus dicermati dengan baik. Pemerintah juga tidak perlu ragu bertindak tegas pada pelaku tindakan radikal.

"Kalau itu membahayakan ya harus, harus tegas dong kita. Nggak bisa didiamkan," tandas Moeldoko.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir 22 situs karena dianggap terkait penyebaran paham radikal. Pemblokiran ini dilakukan atas permintaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Awalnya Kominfo memblokir 3 situs. Namun kemudian BNPT meminta Kemenkominfo untuk memblokir 19 situs lagi berdasarkan surat No 149/K.BNPT/3/2015 tentang Situs/Website Radikal ke dalam sistem filtering Kemkominfo. Total ada 22 situs yang diblokir.

Terkait pemblokiran 19 situs tambahan tersebut, Kemenkominfo telah mengirimkan surat edaran kepada para penyelenggara ISP dan meminta mereka untuk memasukkan daftar situs tersebut ke dalam sistem filtering para ISP.

Namun belakangan, pemblokiran itu diprotes sejumlah pemilik situs. Tak lama kemudian, situs-situs tersebut bisa diakses lagi. Kemkominfo pun menggelar mediasi. (Sun/Sss)