Sukses

Pengacara SDA: KPK Tidak Punya Hasil Audit BPK

SDA mempertanyakan dasar lembaga anti korupsi itu menjadikan kliennya sebagai tersangka

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pengacara mantan Menteri Agama Suryadharma Ali atau SDA, Humprey Djemat menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memiliki perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait perkara dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 yang menjerat kliennya.

Menurut Humprey, dalam sidang praperadilan yang diajukan pihaknya terungkap bahwa KPK menetapkan Suryadharma Ali hanya berdasarkan hasil hitungan penyidik saja. Ia pun menduga alat bukti yang dimiliki KPK tidak cukup untuk menjerat mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

"Sejak awal kami sudah menduga bahwa KPK tidak punya cukup bukti mengenai unsur kerugian negara seperti yang disangkakan kepada SDA. Terbukti, pada fakta di persidangan yang menghitung kerugian adalah penyidik," ujar Humphrey saat dihubungi, Kamis (2/4/2015).

"Tidak ada audit dari BPK sebagai otoritas audit keuangan negara yang berwenang. Di mana hasil audit penyidik itu dijadikan alat bukti untuk menetapkan SDA sebagai tersangka," sambung dia.

Dengan demikian, pihaknya sangat mempertanyakan dasar lembaga antirasuah itu menjadikan kliennya sebagai tersangka. Dan sebagai salah satu pembelaan, pihaknya ungkap Humprey sudah memiliki bukti surat BPK tertanggal 30 Maret 2015 yang di dalamnya tercantum bahwa KPK tidak pernah meminta hasil audit ihwal perkara dugaan korupsi penyelenggaraan haji tahun 2010-2013.

"Alat bukti yang digunakan tidak sah maka penetapan tersangka terhadap SDA tidak sah juga dan harus dibatalkan. Dari surat ini semakin jelas bahwa dalam menetapkan SDA sebagai tersangka, KPK tidak punya dasar hukumnya," tandas dia.

Sementara itu pihak KPK telah membantah tudingan bahwa pihaknya menghitung sendiri angka kerugian negara tanpa melibatkan BPK. Anggota tim Biro Hukum KPK, Nur Chusniah menjelaskan pihaknya bisa menganalisis kuitansi, keterangan saksi, kemudian juga diperbolehkan menghitung kerugian keuangan sendiri. Dan diujinya ketika di persidangan.

Perhitungan yang dilakukan, lanjut Chusniah, berdasarkan bukti kuitansi, rekening, dan keterangan saksi. Hasilnya, adanya selisih yang mengarah pada kerugian keuangan negara. Temuan tersebut akan dikuatkan dengan keterangan ahli di pengadilan. (Gen/Ans)