Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pers menyatakan 22 situs yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) karena dianggap berisi konten radikalisme bukanlah pers dan tidak terdaftar di Dewan Pers.
"Saya tekankan mereka bukan bagian pers, saya sudah membuka data pers 2014 dan 22 situs itu tidak ada dalam daftar," kata anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Kantor AJI Jakarta, Jakarta, Minggu (5/4/2015).
Dia menuturkan karya jurnalistik dihasilkan oleh pers yang memiliki penanggungjawab, reporter, produser serta redaktur yang jelas. Sementara 22 situs yang diblokir tersebut tidak memiki struktur tersebut. Untuk itu, pemblokiran 22 situs itu tidak mengganggu dan mengancam kebebasan pers.
Untuk penanganan keberatan dari situs itu, ia mengatakan situs tersebut bukanlah produk jurnalistik sehingga penanganan keberatannya sudah bukan dalam ranah Dewan Pers. "Kalau situs itu ingin menunjukkan keberatannya bisa menggunakan Undang-Undang lain seperti ITE dan hak asasi manusia (HAM) tentang kebebasan bicara. Bukan tugas Dewan Pers untuk menangani itu," ujar dia.
Terkait pemblokiran 22 situs itu, ia menilai Kominfo terburu-buru dalam mengambil tindakan, karena tanpa kajian untuk menentukan sisi negatif sebelum melakukan pemblokiran.
Selain itu, Yosep berpendapat bahwa landasan pemblokiran dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif kurang kuat dan ia mengusulkan untuk dibentuk Undang-Undang.
"Permen tidak cukup, harus Undang-Undang karena permen hanya keputusan menteri saja. Undang-Undangnya belum ada kan, nah ini yang seharusnya dibuat," kata dia.
Dia menambahkan, pihak Dewan Pers pernah memdapat laporan pengaduan dari masyarakat terkait salah satu situs media Islam yang ikut diblokir yaitu Voa-islam.com. Namun Dewan Pers tak dapat berbuat banyak sebab media itu dianggap bukan produk pers. "Yang ditangani Dewan Pers hanya media profesional," tandas Yosep.
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Kominfo hanya menindaklanjuti permintaan dari BNPT untuk memblokir situs-situs tersebut, sementara isi berita dari situs yang dianggap radikal berada di bawah kewenangan Dewan Pers.
Untuk mendapat masukan dan pertimbangan agar proses pemblokiran berjalan lebih baik dan transparan, Kominfo membuat panel yang akan bekerja mulai Senin 6 April beso. Panel tersebut di antaranya terdiri atas Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Tokoh PBNU Salahudin Wahid (Gus Solah) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin. (Ant/Riz)