Liputan6.com, Jakarta - Sekitar empat bulan sudah kisruh internal Golkar bergejolak. Tapi sengketa itu belum juga usai, alih-alih melanjutkan kepengurusan dan kaderisasi partai berlambang beringin secara bersama-sama. Kedua kubu masih bersikeras pada pendirian untuk membangun partai dari kubu masing-masing, meski ada sinyal untuk berdamai.
Kini kisruh Golkar mungkin bisa dibilang memasuki 'babak tambahan' setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan kubu Aburizal Bakrie atau Ical Rabu pekan lalu. Putusan tersebut berisi penundaan pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, yang mengesahkan kepengurusan kubu Agung Laksono.
"Mengabulkan permohonan sengketa yang diajukan penggugat," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti di PTUN, Jakarta Timur, Rabu 1 April 2015.
Dalam amar putusan, majelis hakim juga memerintahkan kepada kubu Agung untuk menunda pelaksanaan SK Menkumham, sampai ada keputusan yang bersifat berketetapan hukum tetap. "Memerintahkan kepada tergugat untuk menunda pelaksaan SK Menkunham No M.HH-01.AH.11.01 tertanggal 23 Maret 2015, tentang Pengesahan AD/ART. Sampai pada putusan perkara ini mencapai keputusan hukum tetap, atau ada penetapan lain yang mencabut," lanjut Teguh.
Majelis hakim juga memerintahkan kubu Agung, tidak membuat keputusan apapun terkait ketatanegaraan di tubuh DPP Partai Golkar. Hal ini berlaku sampai ada putusan pengadilan. "Memerintahkan kepada tergugat tidak melakukan tindakan tata usaha negara lainnya, yang berhubungan dengan tata negara objek sengketa mengenai surat keputusan apa pun terkait DPP Partai Golkar Munas Ancol, sampai dengan perkara ini mencapai penetapan hukum tetap atau ada keputusan yang mencabut," tegas Teguh.
Teguh mengingatkan, segala keputusan yang muncul dari persidangan merupakan produk hukum. Siapa pun yang melanggar keputusan dapat dikategorikan melanggar hukum. "Dengan dibacakan putusan ini, putusan ini adalah hukum. Yang tidak melaksanakan penetapan hukum, maka dianggap melawan hukum," tandas Teguh. Persidangan gugatan kubu Ical di PTUN ini, akan dilanjutkan pada Kamis 9 April mendatang. Agenda sidang mendengarkan tanggapan dari tergugat atau kubu Agung atas keputusan sela ini.
Fraksi Golkar
Dua kubu di internal Golkar, yakni kubu Ical dan kubu Agung memiliki pandangan berbeda atas putusan sela PTUN. Ketua Fraksi Golkar kubu Ical, Ade Komaruddin mengklaim, dengan adanya putusan sela tersebut, kepengurusan hasil Munas Riau masih berlaku sebelum adanya putusan tetap. Kubu Ical membawa hasil putusan sela tersebut kepada pimpinan DPR.
"Dalam rangka menindaklanjuti keputusan sela tersebut, maka artinya Partai Golkar yang tercatat terakhir dalam Menkumham, adalah Partai Golkar di bawah pimpinan Ical, sesuai dengan hasil Munas Riau," kata Ade Komaruddin.
Kuasa hukum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra pun menyambut baik putusan sela PTUN yang menunda SK Menkumhan soal pengesahan Golkar kubu Agung Laksono. Dengan ini, Agung tidak bisa melakukan seluruh kegiatan partai. "Dengan adanya keputusan penundaan ini, maka Pak Agung Laksono tidak bisa lagi menulis surat pada pimpinan DPR untuk melakukan pergantian fraksi Golkar di DPR, di MPR atau dimanapun," tegas Yusril di PTUN, Jakarta Timur, 1 April.
Yusril mengatakan, keputusan hakim bersifat mengikat dan harus dilaksanakan semua pihak. Dia menegaskan, dengan demikian, Agung tidak bisa melakukan kegiatan administrasi kepartaian lagi. Termasuk pergantian antara waktu, pergantian pengurus di daerah, dan sebagainya.
Sebagai tindak lanjut dari putusan ini, Yusril bersama pengurus Golkar kubu Ical akan mendatangi pimpinan DPR. Kedatangan ini untuk membawa salinan putusan PTUN hari ini. "Sebagai tindak lanjut hari ini, membawa salinan putusan PTUN ini ke pimpinan DPR supaya besok tetap diambil keputusan pimpinan DPR apakah akan diteruskan ke paripurna atau tidak. Karena besok DPR membacakan surat DPP Golkar pimpinan Agung Laksono untuk mengganti di DPR," ucap dia.
Ketua Fraksi Partai Golkar kubu Agung Laksono, Agus Gumiwang menegaskan bahwa putusan sela PTUN belum final. Sehingga kepengurusan dan fraksi kubu Agung tetap sah. "Fraksi kita sah. Karena kami masukkan sebelum di putusan sela pengadilan. Kami menghormati proses hukum terjadi. Tak usah berprasangka macam-macam dengan ini," ucap Agus.
Lebih jauh, menurut Agus Gumiwang, ada sisi positif dalam putusan sela PTUN tersebut bagi Golkar kubu Agung Laksono. Sisi positif itu, kata dia, putusan PTUN memiliki arti bahwa pengadilan mengonfirmasi kepengurusan Agung Laksono hasil Munas Ancol. Kendati pelaksanaannya itu ditunda.
"Sebetulnya kita lihat dari keputusan yang di pengadilan PUTN ada nilai positifnya terhadap Partai Golkar di bawah kepemimpinan Pak Agung Laksono," kata Agus. "Terkait dengan keputusan PTUN Jakarta bahwa keputusan tersebut bersifat sela dan tidak menganggu proses keabsahan Menkumham. Keputusan PTUN itu adalah menunda pelaksanaan SK Menkumham dan tidak bersifat menggugurkan."
Ketua DPP Golkar kubu Agung, Bowo Sidik Pangarso mengatakan pihaknya tetap ingin merombak fraksi Golkar di DPR yang sebelumnya diisi kubu Ical. "Bahwa keputusan PTUN hanya sela, jadi tetap Golkar di bawah kepemimpinan Pak Agung memang sudah sah oleh Menkumham. Dengan demikian, kami tetap ingin perombakan pengurus fraksi di DPR," kata Ketua DPP Golkar Munas Ancol, Bowo Sidik Pangarso kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu 1 April.
Bowo mengatakan, meski pun SK Menkumham telah ditunda oleh PTUN, namun Golkar di bawah kepemimpinan Ical tidak pernah diakui pemerintah, dan tidak pernah mendapat pengesahan. "Jelas pemerintah hanya mengakui Golkar atas Pak Agung, meski pun sekarang SK pengesahannya ditunda oleh PTUN, loh. Tapi kan yang pernah diakui oleh Menkumham (Yasonna) hanya Golkar Pak Agung," ujar dia.
Namun Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung lainnya, Agun Gunanjar menyatakan, pihaknya menghormati putusan PTUN. Untuk itu, perombakan fraksi Golkar untuk sementara ditunda. Dia berharap proses sela itu tidak terlalu lama agar kedua kubu bisa segera mendapat keputusan pasti. "Menghargai dan menghormati (putusan PTUN), berharap tak terlalu lama proses peradilan berikutnya untuk memasuki pokok perkara gugatan, agar putusan yang kontraproduktif ini dapat segera diakhiri."
Selain itu, pengacara kubu Agung Laksono, OC Kaligis menegaskan bahwa putusan PTUN tersebut tidak tepat. "Itu salah paham. Dalam UU PTUN Pasal 67 ayat 1 JO Pasal 115 yang menyatakan gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan TUN yang digugat," ujar OC Kaligis di kantornya, Jakarta, Minggu 5 April.
Oleh karena itu, menurut OC Kaligis, sebelum ada putusan yang inkracht atau berkekuatan hukum tetap, maka SK Menkumham tetap berlaku. "Artinya sebelum inkracht, keputusan Menkumkam masih sah, ditambah putusan MPG adalah final dan mengikat," ujar dia. "Ya putusan sela ini tidak mempunyai apa-apa (mengugurkan SK Menkumham). Harus segera menjalankan SK Menkumham sampai ada putusan hukum tetap."
Respons Menkumham
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menilai putusan PTUN itu akan menimbulkan masalah baru bagi partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Persoalan ini. Keputusan Mahkamah Partai sudah ada, keputusan Menkumham sudah ada, ini jadi masalah, tapi kita lihat," ujar Yasonna usai menandatangani nota kesepahaman dengan Panglima TNI di Mabes TNI Cilangkap, Kamis 2 April.
Menurut Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenkumham Ferdinan Siagian, Yasonna tidak akan mengambil tindak lanjut terhadap putusan sela tersebut. Yasonna mengaku menghormati putusan sela PTUN tentang Penetapan Penundaan Perkara Nomor 62/G/2015/PTUN-JKT tersebut.
"Setelah ada putusan sela di PTUN, Menteri Yasonna tidak akan melakukan langkah hukum apa pun atas putusan itu," beber yang merepresentasikan pernyataan sikap Yasonna di Kantor Kemenkumham, Jakarta, 1 April.
Lebih lanjut Ferdinan membacakan bahwa Menteri Yasonna dalam hal ini bersikap menunggu pemeriksaan lanjutan menyangkut pokok perkara atas gugatan terhadap Surat Keputusan Menkumham Nomor M.HH-01.AH.11.01 tentang Perubahan AD/ART dan Komposisi Personalia Pengurus DPP Golkar tanggal 23 Maret 2015.
Saat ditanya, kubu mana yang akan mengikuti pilkada pada Desember 2015 mendatang, Yasonna tidak memberikan jawaban secara gamblang. Dia mengatakan, Surat Keputusan (SK) yang ia keluarkan sudah memberikan kejelasan tentang kepengurusan Golkar mana yang akan ikut pilkada. SK tersebut berisi bahwa kubu Agung Laksono yang berhak melanjutkan kepengurusan Golkar, namun tetap harus merangkul kubu Aburizal Bakrie atau Ical.
"Kalau dari segi kepastian hukum, keputusan saya terlepas puas atau tidak puas, Golkar menjadi jelas. Golkar bisa mengajukan perencanaan pilkada," kata Yasona usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 5 April.
Yasonna pun menyarankan agar Partai Golkar baik itu kubu Agung Laksono ataupun Aburizal Bakrie dapat duduk bersama menyelesaikan konflik internal partai. Hal ini guna mempersiapkan ajang pilkada yang akan digelar dalam waktu dekat.
"Idealnya kan yang paling baik kedua belah pihak duduk bersama. Sekarang pun masih mungkin. Karena ada hajatan besar bagi parpol, pilkada. Jadi duduk lah supaya ini bisa terselesaikan dengan baik," tandas Yasonna.
Advertisement
Manuver Kedua Kubu
Di tengah proses hukum di PTUN, baik kubu Ical dan Agung melancarkan manuver. Kubu Agung dikabarkan telah mengeluarkan surat peringatan pertama (SP1) kepada sejumlah pengurus Golkar kubu Ical. Sebab, mereka dianggap tidak patuh dan loyal kepada partai.
Menanggapi ancaman, Sekretaris Fraksi Golkar kubu Ical, Bambang Soesatyo mengatakan ancaman yang dilayangkan itu tidak berpengaruh baginya. "Saya heran, gini hari kok masih ngimpi 'basah' saja sih. Saya ingatkan kepada teman-teman di sana (kubu Agung Laksono). Lebih baik banyak istigfar. Sabar dan jangan terbawa emosi yang nggak jelas. Saya tidak perlu digertak-getak. Percuma. Nggak akan mempan," kata pria yang akrab disapa Bamsoet.
Sementara itu, manuver juga dikeluarkan kubu Ical. Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Munas Bali Idrus Marham menyatakan, kubu Agung Laksono tak berhak menempati kantor DPP Golkar di jalan Anggrek Nelly, Grogol, Jakarta.
"Dengan adanya putusan PTUN, maka sejak itu Agung Laksono tidak boleh mengatasnamakan DPP Golkar," ujar Idrus di kediaman Akbar Tadjung, Jakarta, Minggu 5 April.
Sejatinya, lanjut Idrus, dengan kesadarannya Agung tidak mengklaim dan menarik orang untuk berada di Kantor DPP Partai Golkar. Karena apabila itu dilakukan Agung, ujar dia, sikap itu akan mendegradasi dirinya serta citra Partai Golkar itu sendiri.
Idrus pun meminta Agung Laksono cs segera angkat kaki dari DPP Golkar demi tidak terjadi perpercahan di tubuh Partai Golkar lagi. "Ya harus (angkat kaki) dengan sadarnya sendiri. Sama seperti apa yang dikatakan Pak Akbar Tandjung, berhenti membelah Golkar," ujar Idrus.
Sejauh ini, baik kubu Ical dan Agung masih tetap pada pendiriannya, mengklaim kepengurusan masing-masing sebagai kepengurusan yang sah. Bagaimana kelanjutan kisruh Golkar?
(Riz/Rmn)