Liputan6.com, Jakarta Penumpang gelap dan ISIS mengemuka dalam pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Pemerintahan Jokowi-JK diminta mewaspadai kedua hal tersebut. Mega kemudian terisak di penghujung pidato.
"Kepentingan yang menjadi 'penumpang gelap' untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan," ujar Mega.
Hal ini disampaikan Mega saat membuka Kongres IV PDIP di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Kamis (9/4/2015).
"Saya melihat masalah [ISIS](isis "") sangat serius dan perlu segera disikapi. ISIS sudah bertindak atas nama negara. Bahkan telah melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia," kata Mega.
Usai menyampaikan pidato sesuai naskah yang tertera di teleprompter, Mega membacakan puisi karya ayahnya, Sukarno, sang Proklamator, berjudul 'Aku Melihat Indonesia'. Mega terisak, menitikkan air mata, dan menahan haru.
Berikut isi lengkap pidato Megawati Soekarnoputri:
Saudara-saudara,
Bali tidak hanya menjadi tiang penyangga kekuatan Partai. Di Pulau Dewata inilah aksara api kesejarahan Partai dituliskan. Aksara kesejarahan berwarna merah membara, yang justru terlihat semakin terang, ketika rintangan kegelapan menghadang. Di tempat ini pula suluh perjuangan kita nyalakan, menjadi api perjuangan yang tidak akan pernah padam. Kekuatan inilah yang menciptakan energi juang, sehingga akhirnya, PDI Perjuangan dipercaya rakyat menjadi pemenang pemilu legislatif dan sekaligus pemilu presiden tahun 2014. Kemenangan itu meyakinkan kita semua, bahwa jalan yang kita tempuh adalah benar.
Selanjutnya, perkenankanlah saya mengajak saudara untuk memaknai Indonesia, Indonesia Raya, yakni Indonesia yang saat itu berjaya dan begitu mewarnai dunia. Saya ingin menyoroti salah satu momen bersejarah yang ikut merubah tatanan dunia. Enam puluh (60) tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 18-24 April 1955, Bung Karno mencetuskan Konferensi Asia-Afrika. Konferensi menghasilkan kesepakatan Dasasila Bandung yang membangunkan kesadaran baru bagi bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk mendapatkan hak hidup sebagai bangsa merdeka.
Namun, negara-negara yang baru merdeka tersebut, pada waktu itu dihadapkan pada tantangan baru, berupa rivalitas dua blok besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Indonesia pun kembali menjadi pelopor Gerakan Non Blok.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,
Apa yang saya sampaikan di atas, tidak hanya bertujuan menggelorakan kembali kepemimpinan Indonesia di dunia internasional. Benang merah kemerdekaan untuk persaudaraan dunia tersebut, sangatlah relevan untuk direnungkan kembali. Lebih-lebih menjelang peringatan Konferensi Asia Afrika yang sebentar lagi kita rayakan. Inilah pelajaran yang dapat kita petik, bahwa bangsa ini pernah mengukir sejarah gemilang, dan berani menyuarakan suatu tatanan dunia baru, To Build The World A New pada tanggal 30 September 1960 di hadapan Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa. Semua peristiwa tersebut terjadi pada Abad 20. Di Abad 21 ini, kita memahami bagaimana pemikiran Bung Karno selain visioner, juga malampaui pemikiran Abad 20.
Saudara-saudara sekalian,
Kepeloporan Indonesia di atas, hanya terjadi karena semangat juang. Mereka berjuang dengan penuh keyakinan, tanpa terpengaruh oleh opini yang dipublikasikan. Inilah dasar-dasar kepemimpinan Indonesia. Kepemimpinan yang menyatu dengan rakyat, dan pada saat bersamaan, setia pada konstitusi. Kesetiaan pada konsitusi ini sifatnya mutlak. Pemimpin memang harus menjalankan kewajiban konstitusionalnya tanpa menghitung apa akibatnya. Karmane Vadhikaraste Ma Phaleshu Kada Chana: Kerjakanlah kewajibanmu dengan tidak menghitung-hitung akibatnya. Kepemimpinan yang seperti ini, hanya akan muncul apabila ia sungguh memahami sejarah bangsanya; memahami siapa rakyatnya, dan memahami darimana asal-usulnya.
Untuk itulah, guna mengkontemplasikan kepemimpinan Indonesia, saya mengajak kita semua untuk melihat ke dalam, tentang hal-hal fundamental, tentang cita-cita besar, dan keparipurnaan gagasan Indonesia Merdeka. Dengan cara ini, kita akan menemukan bahwa kepercayaan diri menjadi modal utama. Kita tidak boleh merasa minder dengan negara adidaya sekalipun. Lihatlah peristiwa 10 November 1945. Lihat juga catatan sejarah ketika angkatan perang Indonesia menjadi terkuat di belahan bumi selatan Katulistiwa pada periode 1960-an.
Revolusi Mental...
Revolusi Mental
Revolusi Mental
Saudara-saudara, kader Partai yang saya banggakan,
Di tengah berbagai persoalan yang kita hadapi saat ini, menjadi tugas kita untuk terus membangunkan spirit dan kebanggaan sebagai bangsa. Di sinilah revolusi mental diperlukan. Keseluruhan cerita kepeloporan Indonesia di atas adalah bukti, bahwa di tangan pemimpin yang sudah mengalami revolusi mental, bangsa ini menjadi begitu disegani.
Revolusi mental melahirkan jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan. Republik Rakyat Tiongkok dan Singapura memberi contoh. Mereka membangun manusia yang berwawasan luas, berdisiplin, dan memiliki kepercayaan total dengan pemimpinnya. Pemimpinnya sendiri, mampu menjadi jembatan dan sekaligus penyambung lidah bagi rakyatnya. Kita tidak boleh ternina-bobokkan atas kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Buat apa semuanya itu, ketika justru bermalas-malas, dan membiarkan penggerogotan mental terus terjadi. Bahkan, kita juga membiarkan segala sesuatunya di republik ini tidak dapat dikelola secara berdikari. Bung Karno menegaskan, “Berdikari bukan saja tujuan. Yang tidak kalah pentingnya, berdikari merupakan prinsip dan cara mencapai tujuan itu. Semuanya adalah prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak menyandarkan diri dengan bangsa lain. Kerjasama dengan asing misalnya, harus dijalankan atas kesamaan derajat dan prinsip saling menguntungkan”. Dengan demikian, percaya pada kekuatan rakyat sendiri adalah inti dan esensi atas jalan sebagai bangsa yang berdaulat dan berdikari. Di sinilah revolusi mental seharusnya dijalankan.
Saudara-saudara sekalian,
Gagasan revolusi mental pertama kali disampaikan dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1957. Beliau saat itu mencanangkan berkibarnya Panji Revolusi Mental.
"Nation building membutuhkan bantuannya Revolusi Mental! Karena itu adakanlah Revolusi Mental! Bangkitlah! Ya, Bangkitlah, bangkit dan geraklah ke arah pemulihan jiwa. Bangkit dan bergeraklah kembali ke cita-cita nasional. Bangkit dan geraklah ke arah kesadaran cita-cita sosial. Bangkit dan geraklah menjadi manusia baru yang bekerja, berjuang, berbakti, berkorban guna membina bangsa dan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita nasional dan sosial itu, yakni cita-cita Proklamasi. Buanglah segala kemalasan, buang segala ego sentrisme, buang segala ketamakan. Jadilah manusia Indonesia, manusia Pembina, manusia yang sampai ke tulang sumsumnya bersemboyan satu buat semua, semua buat pelaksanaan satu cita-cita."
Bagi Bung Karno, Revolusi Mental adalah arah dalam sebuah "Gerakan Hidup Baru". Gerakan Hidup Baru bukan hanya dalam hal fisik seperti hidup sederhana. Namun yang lebih penting adalah kesederhanaan bagi pemimpin. Kesederhanaan seorang pemimpin adalah kesederhanaan seorang pejuang yang jiwanya berkobar menyala-nyala, penuh daya cipta, bergelora laksana samudra, dan suatu jiwa anti kebekuan yang laksana terbuat dari gledek dan guntur.
Gerakan Hidup Baru membutuhkan Revolusi Mental. Isi Revolusi Mental sangatlah dalam. Revolusi Mental adalah tentang cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup yang lebih baik. Yang merintangi kemajuan wajib disingkirkan. Revolusi Mental harus meliputi seluruh masyarakat, namun tidak akan berlangsung tanpa organisasi, tanpa pimpinan, tanpa gerakan. Revolusi Mental memerlukan Pemimpin yang harus melakukan revolusi mental untuk dirinya terlebih dahulu. Revolusi mental Pemimpin haruslah menggelorakan Gerakan Hidup Baru.
Saudara-saudara sekalian,
Dengan revolusi mental tersebut, maka kita bangun Indonesia dari "apa yang dilihat dan dirasakan rakyat". Rakyat yang termanifestasikan dalam wajah petani, guru, nelayan, kaum miskin kota, buruh, atau pendeknya rakyat yang masih terjerat dalam "lingkaran setan kemiskinan", yakni rakyat wong cilik. Merekalah dasar keberpihakan kita. Rakyatlah sumber dari segala sumber ideologi Partai. Di sinilah ideologi berperan sebagai daya hidup dan keyakinan Partai. Atas dasar keyakinan ideologi pula, PDI Perjuangan berani menempuh jalan terjal di luar pemerintahan selama satu dasawarsa terakhir. Rakyat memberi tempat atas pilihan politik PDI Perjuangan tersebut.
Kini dapat dipahami, bahwa posisi politik tersebut adalah tugas nasional yang tidak kalah penting, untuk sehatnya demokrasi. Demikian halnya, ketika atas kehendak rakyat, PDI Perjuangan berada di dalam pemerintahan. Dengan pengalaman panjang ketika berada di luar pemerintahan, satu hal yang membuat kita bertahan adalah ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Ia bertindak sebagai leidstar atau bintang pengarah ketika Partai menghadapi berbagai kesulitan. Bahkan, Partai mampu mensenyawakan idelogi dan rakyat agar berurat-berakar dalam saripatinya rakyat. Atas dasar kesatuan ideologi dan rakyat, maka Partai melakukan re-tooling, mengganti perkakas yang lama, dengan yang baru. Itulah nature yang tidak bisa dihindari.
Penumpang Gelap...
Advertisement
Penumpang Gelap
Penumpang Gelap
Saudara-saudara se bangsa dan setanah air,
Berbagai dinamika pelaksanaan pemilu presiden dan wakil presiden masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan, dengan mobilisasi sumber daya. Kesemuanya wajar ketika diabdikan untuk pemimpin terbaik bangsa. Namun praktek yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye sangatlah rentan ditumpangi kepentingan. Kepentingan yang menjadi "penumpang gelap" untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan saudara-saudara. Guna mencegah hal tersebut, saya menyerukan agar Indonesia harus benar-benar tangguh di dalam melakukan negosiasi kontrak migas dan tambang, yang sebentar lagi banyak yang akan berakhir. Kini saatnya, dengan kepemimpinan nasional yang baru, Kontrak Merah Putih ditegakkan. Demikian pula, Badan Usaha Milik Negara harus diperkuat, dan menjadi pilihan utama kebijakan politik ekonomi berdikari.
Saudara-saudara,
Hal lain yang perlu saya sampaikan disini adalah sikap politik PDI Perjuangan sebagai partai pengusung pemerintahan Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Kesadaran awal ketika saya memberikan mandat kepada Bapak Jokowi, adalah komitmen ideologis yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Suatu komitmen untuk menjalankan pemerintahan negara yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Konsepsi ini adalah jawaban atas realitas Indonesia yang begitu bergantung dengan bangsa lain. Konsepsi Trisakti inilah yang menjadi kepentingan utama Partai.
Pekerjaan rumah yang lainnya adalah bagaimana mengatur mekanisme kerja antara Pemerintah dan Partai Politik pengusungnya. Hal ini penting, mengingat hubungan keduanya adalah kehendak dan prinsip dalam demokrasi itu sendiri. Landasan konstitusionalnya pun sangat jelas. UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, mengamanatkan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Itulah mekanisme konstitusional yang kita kenal. Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai.
Untuk itulah, mengapa kebijakan partai menyatu dengan kehendak rakyat, dan mengapa Partai harus mengorganisir rakyat sehingga suara-suara yang tersembunyi sekalipun dapat disuarakan Partai. Prinsip demokrasi inilah yang saya jalankan. Penjelasan ini sangat relevan, mengingat ada sementara pihak, dengan mengatasnamakan independensi, selalu mengatakan bahwa Partai adalah beban demokrasi. Saya tidak menutup mata terhadap berbagai kelemahan Partai Politik. Di sinilah kritik dan otokritik kami jalankan. Namun, mengatakan bahwa Partai hanya sebagai ornament demokrasi; dan hanya sekedar alat tunggangan kekuasaan politik, sama saja mengerdilkan makna dan arti kolektivitas Partai yang berasal dari rakyat. Fenomena ini nampak jelas, ketika pada saat bersamaan muncullah gerakan deparpolisasi. Sentimen anti partai pun, makin lantang diteriakkan dalam kerumunan liberalisasi politik.
Saya yakin bahwa proses deparpolisasi ini tidak berdiri sendiri. Di sana, ada simbiosis kekuatan anti Partai dan kekuatan modal, yang berhadapan dengan gerakan berdikari. Mereka adalah kaum oportunis. Mereka tidak mau berkerja keras membangun Partai. Mereka tidak mau mengorganisir rakyat, kecuali menunggu, menunggu, dan selanjutnya menyalip di tikungan saudara-saudara. Karena itulah kembali saya tegaskan, bahwa jalan ideologi adalah pilihan benar. Jalan ideologi yang membentang terjal dihadapan kita, adalah jalan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Inilah prinsip konstitusionalisme yang selalu jadi rujukan kita saudara-saudara.
Masalah ISIS Serius...
Masalah ISIS Serius
Masalah ISIS Serius
Atas dasar konstitusi pula, saya berulang kali menyampaikan kepada Presiden, pegang teguhlah konsitusi itu. Berpijaklah pada konsitusi karena itulah jalan kenegaraan. Penuhilah janji kampanye-mu, sebab itulah ikatan suci dengan rakyat.
Dalam kaitannya dengan tugas konstitusi pula, PDI Perjuangan mengingatkan kembali terhadap tugas pemimpin nasional untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan itu termasuk mencegah berbagai kampanye gerakan terorisme yang tidak hanya bersifat radikal, namun sudah mengobarkan perang terhadap kemanusiaan.
Tanpa bermaksud meremehkan gerakan terorisme yang lain, saya melihat bahwa masalah ISIS sangat serius dan perlu segera disikapi. ISIS sudah bertindak atas-nama negara. Bahkan telah melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia. Pemerintah harus memastikan, agar rekrutmen seperti itu tidak boleh terulang kembali. PDI Perjuangan dengan tegas menolak berbagai bentuk radikalisme dan terorisme atas nama apapun. Sebab Indonesia adalah negara berdaulat dengan tradisi masyarakatnya yang toleran. Indonesia tidak akan pernah membiarkan paham dan organisasi tersebut berkembang di Indonesia. Biarlah di bumi nusantara ini, hidup dan tumbuh berkembang, Indonesia sebagai tamansarinya keanekaragaman. Hal ini juga cerminan dari tekad kita, untuk mewujudkan Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Kader PDI Perjuangan yang saya cintai dan banggakan,
Kongres IV Partai yang kita mulai hari ini, harus dirawat dan dijaga dengan seluruh kekuatan akal sehat dan hati nurani. Kongres merupakan forum tertinggi Partai dimana Pancasila, musyawarah mufakat, gotong royong dan kepentingan rakyat, bangsa, negara dan Partai menjadi simpul-simpul pokok yang menyatukan kita. Kongres Partai adalah peristiwa dan ajang ideologis, bukan peristiwa dimana pragmatisme dan transaksional berkembang subur. Kita harus melawan berbagai tindakan transaksional tersebut. Sebab Kongres pada dasarnya adalah peristiwa politik bagi tumbuh kembangnya peradaban politik yang luhur, dan menjadi persemaian bagi Indonesia yang adil dan makmur.
Budaya politik baru juga kita lahirkan melalui Kongres IV ini. Untuk pertama kalinya dalam tradisi kepartaian kita, seluruh proses konsolidasi Partai, dimulai dari bawah dari Rapat Ranting, bergerak ke atas, hingga pelaksanaan Kongres ini. Keseluruhan proses konsolidasi penuh dengan tradisi musyawarah, tanpa voting sama sekali. Inilah kematangan demokrasi yang membumikan Pancasila saudara-saudara.
Selanjutnya, menjadi tugas bersama kita untuk merawat dan memperkokoh pondasi PDI Perjuangan sebagai Partai Pelopor. PDI Perjuangan pun dituntut untuk meningkatkan kemampuan membangunkan kesadaran rakyat, mengorganisir rakyat dan memimpin perjuangan rakyat. Semua itu sungguh tantangan yang berat. Menjadi pemenang dalam Pemilu 2014 tidak boleh membuat kita cepat berpuas diri. Kita harus bekerja lebih keras dan lebih baik lagi. Kita harus mengisi dan memenangkan kembali Pemilu 2019 yang akan datang.
Para Kader Partai dan hadirin sekalian,
Saya mengajak seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai untuk tetap teguh pada jalan ideologi Partai. PDI Perjuangan adalah satu kesatuan yang tidak boleh tercerai-berai, oleh segala pasang naik dan pasang surutnya perjuangan. Segala pukulan yang kita berikan dan segala pukulan yang kita terima, adalah iramanya perjuangan. Perkuatlah tradisi Gotong royong. Ia adalah kerja bersama; membanting tulang bersama; memeras keringat bersama; perjuangan bantu-binantu bersama; amal semua buat kepentingan semua. Itulah rahasia kekuatan kita. Satu untuk semua, semua untuk satu, one for all, all for one (kemudian diucapkan secara bersama-sama).
Puisi Sukarno...
Advertisement
Puisi Sukarno
Puisi Sukarno
Setelah membaca pidato melalui teleprompter, Mega membaca puisi berjudul 'Aku Melihat Indonesia' karya Sukarno:
Aku Melihat Indonesia
Jika aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar lautan Indonesia bergelora
Membanting di pantai Ngeliyep itu
Aku mendengar lagu – sajak Indonesia
Jikalau aku melihat
Sawah menguning menghijau
Aku tidak melihat lagi
Batang padi menguning – menghijau
Aku melihat Indonesia
Jika aku melihat gunung-gungung
Gunung Merapi, gunung Semeru, gunung Merbabu
Gunung Tangkupan Prahu, gunung Klebet
Dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengar pangkur palaran
Bukan lagi pangkur palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jika aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jika aku melihat wajah anak-anak di desa-desa
Dengan mata yang bersinar-sinar
(berteriak) Merdeka! Merdeka!, Pak! Merdeka!
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia!
(Sss)