Sukses

Gunakan Jimat untuk Mencuri, Pencuri Ini Juga 'Santuni' Kaum Papa

Sebelum beraksi, Tongseng dan kawanannya berkonsultasi dengan sang guru 'mbah dukun'.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota komplotan 'Pecah Kaca' dan 'Api-api' berinisial FEB alias Tongseng, mengaku kepada polisi setiap melakukan pencurian, ia mengenakan rompi warna coklat lusuh bermotif tulisan Arab. Rompi yang berbahan kain tipis itu, kata FEB, jimat dari dukun agar dirinya terhindar dari kesialan.

Namun kenyataan sebaliknya, tindak kriminal yang dilakukan Tongseng bersama 10 temannya, membuat mereka kini harus berhadapan dengan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Subdit Ranmor Polda Metro Jaya.

"Ya cuma untuk melindungi, (agar) nggak ketangkap. Tapi kan nasib Allah yang ngatur," kata pria berumur 24 tahun itu kepada Liputan6.com di teras Kantor Subdit Ranmor Polda Metro Jaya, Kamis 9 April 2015.

Pria yang sudah diplontosi kepalanya itu kemudian bercerita, sang dukun merupakan guru spiritualnya yang tinggal di daerah Bogor, Jawa Barat.

Sang guru, kata Tongseng, kerap menasihatinya untuk membantu kaum miskin. Pemuda bertubuh tinggi ini pun mengaku selalu menyisihkan uang hasil tindak kejahatannya untuk menyantuni masjid, anak yatim, bahkan kaum janda.

"Sekali dapat (uang), dikasih Rp 300 atau Rp 400 ribu buat anak masjid, anak yatim dan janda," ungkap Tongseng.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Ranmor Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Siswo Yuwono membenarkan, saat ditangkap, Tongseng memakai rompi jimatnya yang ternyata tak ampuh itu.

"Yang memakai baju jimat Tongseng," kata dia.

Selain rompi 'jimat', komplotan Tongseng juga memiliki 4 batu yang diyakini memberikan kemudahan bagi aksi kejahatan mereka.

"Artinya, tak tertangkap massa atau polisi," sambung Siswo.

Konsultasi Mbah Dukun

Selain itu, kata Siswo, Tongseng dan komplotannya juga selalu meminta nasihat dari mbah dukun sebelum mencuri. Berdasarkan keterangan kawanan begundal itu, mbah dukun akan memberitahu kepada mereka dengan istilah 'ombak besar-ombak kecil'.

"Kalau dukunnya kasih kode di timur ombaknya kecil, artinya dia boleh 'main' di (Jakarta) Timur dan kemungkinan tertangkapnya kecil. Atau di selatan ombaknya besar, artinya risiko mereka 'main' di (Jakarta) Selatan besar, tertangkap massa atau apa," urai Siswo.

Polisi menangkap kelompok spesialis Pecah Kaca dan Api-api yang beranggota 11 orang. Sesuai namanya, kawanan penjahat ini sudah 4 tahun melakukan kejahatan, dengan modus melempar busi yang sudah dilumuri air liur ke kaca mobil, agar pecah dan memperdaya pengendara mobil, bahwa terjadi sesuatu yang tak beres dengan mesin mobil mereka.

Para pelaku adalah AG (31), FRM (28), FEB (24), FJR (26), ABD (29), HSR (26), DW (25), SUS (27), HRD (33), YUL (29) daan ketuanya END (43). END yang merupakan anggota tertua, bertindak sebagai aktor intelektual yang memerintahkan dan menyusun strategi pencurian agar berjalan mulus.

Misalnya, saat menjalankan modus api-api, END menugaskan 3 anak buahnya mengamati calon korban. Saat merasa ada peluang, satu persatu mereka mengejar mobil calon korban yang sedang berjalan, dan seolah-olah berniat baik dengan memberi tahu calon korban bahwa ban mobilnya kempes, ada percikan dari bawah mobil, hingga keluar api dari knalpot.

"Biasanya kalau sudah 3 orang yang kasih tahu, korban mulai terpengaruh dan akhirnya percaya, kalau mobilnya memang kenapa-kenapa," jelas Siswo.

Saat korban turun dari mobil untuk memeriksa bagian belakang kendaraan, seorang pelaku yang bertindak sebagai eksekutor menyelinap ke dalam mobil untuk menggasak harta benda korban.

Agar eskekutor lebih leluasa, pelaku kedua datang dan mengajak bicara korban, ia berpura-pura menanyai keadaan kendaraan dan ingin membantu. Sementara pelaku ketiga dengan awas, mengamati situasi sekitarnya agar pencurian mobil ini berjalan lancar. (Rmn)